REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Aksi terorisme separatis di Uni Eropa mengalami peningkatan, khususnya di Prancis, Spanyol, Inggris dan Italia. Menurut Counsellor KBRI Brusel, Riaz JP Saehu, di London beberapa waktu lalu, dari 110 aksi di 2012 menjadi 167 di 2013 dan jumlah orang yang ditahan terkait aksi separatisme juga meningkat menjadi 257 dibandingkan tahun 2012 yang hanya 110.
Hal itu terungkap dalam kunjungan ASEAN Brussels Committee dan para Duta Besar negara anggota ASEAN untuk Uni Eropa dengan Koordinator Dubes RI di Brussel, Arif Havas Oegroseno, ke markas besar Europol di Den Haag, Belanda, baru baru ini. Dia mengatakan, tujuan kunjungan para dubes itu adalah membuka dialog dan melihat peluang kerja sama antara Europol dengan ASEANAPOL serta penjajakan kemungkinan kerja sama dengan masing-masing anggota ASEAN.
Dalam kesempatan tersebut, Duta Besar ASEAN mendapatkan publikasi terkini dari Europol mengenai EU Terrorism and Situation Report (TE-SAT) 2013 yang berisi laporan mengenai ancaman terorisme tahun 2012. Laporan tersebut menjelaskan jumlah aksi terorisme separatis semakin meningkat. Diperoleh data bahwa jumlah aksi terorisme separatis yang dilakukan di wilayah Uni Eropa meningkat dari 110 di tahun 2012 menjadi 167 di tahun 2013.
Sementara itu, jumlah orang yang ditahan terkait aksi separatisme tahun 2013 menjadi 257 atau meningkat dibandingkan tahun 2012 sebanyak 110. Adapun negara dengan jumlah aksi terorisme separatis tertinggi adalah Perancis dengan 125 serangan diikuti Spanyol sebanyak 54 serangan dan Inggris 24 serangan serta Italia sebanyak 11 serangan.
Di Uni Eropa, terorisme separatis merupakan salah satu bentuk terorisme. Kelompok separatis yang mendapat perhatian utama dari Europol adalah ETA dan Resistencia Galega di Spanyol, Real Irish Republican Army, ONH/Warriors of Ireland dan Continuity Irish Republican Army di Irlandia, National Liberation Front of Corsica di Prancis, Kurdistan Workers Party di Irak, dan Liberation Tigers of Tamil Eelam di Sri Lanka.