REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Pemerintah Amerika Serikat khawatir konflik Suriah benar-benar telah mencapai negara tetangga. Apalagi Hizbullah yang memiliki markas di Libanon sudah ikut serta dalam perang sipil Suriah untuk membantu rezim Bashar al Assad.
Juru Bicara Gedung putih menyatakan Obama sudah menghubungi Presiden Libanon, Michel Suleiman terkait masalah ini. Obama menghubungi Michel setelah oposisi Suriah mengatakan 30 pejuang hizbullah, 20 tentara pemerintah Suriah dan beberapa loyalis Assad terbunuh.
Mereka sebelumnya menyerang basis kaum oposisi di Al Qusair dan terlibat dalam perang yang begitu sengit. Libanon sebenarnya memiliki kebijakan untuk menjauh dalam konflik itu. Namun banyak pejabat Libanon meyakini negara mereka berisiko masuk dalam perang berkepanjangan yang menurut PBB telah menewaskan 20 ribu rakyat Suriah itu.
Kesimpulan dari pembicaraan itu menurut jubir Gedung Putih, Obama sangat mengapresiasi upaya Presiden Suleiman dan rakyat Libanon dalam membantu pengungsi Suriah. Khususnya karena tetap membuka perbatasan bagi pengungsi yang ingin mencari wilayah yang aman bagi mereka.
Amerika Serikat pun berjanji untuk terus membantu Libanon untuk mengatasi masalah ini. Sementara dua pemimpin setuju bahwa semua pihak harus menghargai keputusan Libanon untuk menjauh dari konflik Suriah.
Tak hanya itu Libanon pun mengambil langkah agar warganya tak ikut dalam konflik itu. Kelompok Hizbullah ikut serta dalam serangan pasukan Assad di Al Qusair. Hizbullah adalah kelompok beraliran Syiah yang didirikan oleh Iran di tahun 1980, untuk melawan pendudukan Israel di Libanon Selatan.
Presiden Obama juga prihatin terhadap gerakan Hizbullah di Suriah. Apalagi peran mereka dalam mendukung pemerintah Assad, yang jelas bertentangan dengan kebijakan Pemerintah Libanon.
Militer Suriah selama 29 tahun mendominasi kawasan termasuk di Libanon hingga tahun 2005. Libanon sendiri menderita akibat Perang Saudara sepanjang 15 tahun, yaitu dari 1975-1990.