REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur ASEAN Foundation, Makarim Wibisono, mengatakan tantangan utama ASEAN mencegah penggunaan kekerasan di tengah meningkatnya ketegangan dalam sengketa perairan di Laut Cina Selatan antara Filipina, Cina, dan Taiwan beberapa pekan terakhir.
"Itu (mencegah penggunaan kekerasan) yang harus diutamakan. Hal itu menjadi tantangan bagi ASEAN," kata Makarim saat dihubungi dari Jakarta, Selasa (28/5). Menurut Makarim, sengketa perairan di Laut Cina Selatan berdasar pada klaim dengan pijakan argumentasi yang berbeda sehingga akan sulit mencapai titik temu.
Oleh karena itu fokus ASEAN harus menjaga perbedaan yang ada agar tidak menciptakan ketegangan berlarut. "Kalau sekarang ini masalahnya tetap pada bagaimana mengusahakan Laut Cina Selatan itu merupakan wilayah yang tanpa ada penggunaan senjata dan kekerasan. Ini kesempatan ASEAN untuk mendorong pihak-pihak terkait agar bersedia maju di bidang itu," kata dia.
ASEAN sebetulnya sudah membuat draf nol Kode Tata Berperilaku (CoC), yang juga menjadi salah satu amanat yang diatur dalam Deklarasi Tata Berperilaku (DoC).
Pada awal Mei lalu, Menteri Luar Negeri Cina, Wang Yi, setelah bertemu dengan Menlu RI Marty Natalegawa, memastikan komitmen untuk mencapai kemajuan dalam pembahasan DoC, yang disusun pada 2002, menuju CoC. Proses pembahasan akan dilakukan secara bertahap. Kedua belah pihak juga menginisiasi beberapa hal, di antaranya adalah pembentukkan kelompok kerja ASEAN dan Cina di tingkat Direktur Jenderal. China juga menginginkan CoC disepakati oleh semua pihak.