Rabu 29 May 2013 14:55 WIB

Israel Mengancam Jika Rusia Kirim Rudal ke Suriah

Rudal Yakhont milik Rusia yang dikirimkan ke Suriah.
Foto: AP PHOTO
Rudal Yakhont milik Rusia yang dikirimkan ke Suriah.

REPUBLIKA.CO.ID, DAMASKUS -- Israel memperingatkan bahwa pihaknya "tahu yang harus dilakukan" jika Rusia mengirim peluru kendali anti-pesawat, yang dijanjikan, kepada Suriah, di tengah-tengah peningkatan kekhawatiran konflik itu menjalar ke Lebanon.

Israel pada Selasa (28/5) mengatakan akan bertindak jika Rusia tetap mengirim peluru kendali itu, sementara komandan penting pemberontak Suriah memberikan ultimatum 24 jam kepada gerakan Hizbullah Lebanon untuk menghentikan bertempur membantu pasukan pemerintah Suriah.

Perkembangan itu meningkatkan ketegangan setelah Uni Eropa memutuskan mencabut embargo pemasokan senjata kepada pemberontak Suriah, satu tindakan yang ditanggapi oposisi dengan hati-hati.

Pemerintah Suriah bersama dengan Rusia sekutunya mengecam keputusan Uni Eropa itu sebagai satu "hambatan" bagi usaha-usaha perdamaian, sementara menuduh blok itu mendukung dan mendorong "teroris".

Amerika Serikat mengatakan pihaknya mendukung tindakan Uni Eropa itu sebagai satu tindakan untuk menunjukkan "dukungan penuh" bagi pemberontak, kendatipun pihaknya menolak membantu senjata karena khawatir senjata itu bisa jatuh ketangan kelompok garis keras.

Pencabutan embargo itu mengirimkan satu pesan kepada pemerintah Presiden Bashar al-Assad bahwa dukungan terhadap oposisi akan terus meningkat", kata juru bicara Departemen Luar Negeri Patrick Ventrell.

Moskow mengatakan pihaknya berencana akan mengirim ke Damaskus rudal-rudal S-300 -- yang dirancang untuk mencegat pesawat atau rudal -rudal lain seperti Patriot yang NATO telah gelar di perbatasan Turki dengan Suriah-- yang adalah bagian dari kontrak-kontrak yang ada.

"Kami menganggap pasokan-pasokan itu satu faktor stabilisasi," kata Wakil Menteri Luar Negeri Sergei Ryabkov, dan menambahkan rudal-rudal itu dapat bertindak sebagai pencegah terhadap intervensi asing.

Israel sangat menentang pengiriman itu, dan menteri pertahanannya memperingatkan akan ada satu tanggapan. "Pengiriman rudal-rudal itu tidak dilakukan, saya mengharapkan itu tidak dilakukan. Tetapi jika rudal-rudal itu tiba di Suriah, kami tahu apa yang kami harus lakukan," kata Menhan Mosshe Yaalon.

Negara Yahudi itu dilaporkan telah melakukan setidaknya tiga kali serangan terhadap Suriah sejak pemberontakan terhadap Presiden Bashar al-Assad meletus Maret 2011, tampaknya menargetkan senjata.

Di lapangan, konflik itu telah menjalar ke Lebanon, dan dalam insiden terbaru tiga tentara tewas dalam satu serangan dekat kota perbatasan utara Arsal, tempat sebagian besar penduduk mendukung pemberontakan di Suriah.

Dan di kota Lebanon timur Hermel, pasukan keamanan mengatakan enam roket agaknya ditembakkan dari Suriah menghantam pangkalan Hizbullah mencedrai tujuh orang.

Hizbullah bersekutu dengan pemerintah Suriah dan bertempur bersama tentara melawan pemberontak termasuk di kota Qusayr, di mana belasan petempur mereka tewas.

Perannya menimbulkan kekhawatiran bahwa Lebanon akan terseret dalam perang itu, dan pemimpin pemberontak Sali Idriss memperingatkan para petempurnya akan menanggapi dalama 24 jam jika kelompok itu (Hizbullah) tidak menghentikan intervensinya.

"Jika serangan Hizbullah terhadap wilayah Suriah tidak dihentikan dalam 24 jam, kami akan melakukan segala tindakan untuk memburu Hizbullah walaupun sampai ke neraka," katanya di stasiun televisi Al-Arabiya.

sumber : Antara/ AFP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement