REPUBLIKA.CO.ID, BAGHDAD -- Lebih dari 1000 orang tewas dalam kekerasan yang terjadi di Irak, selama Mei 2013, membuat bulan itu menjadi kurun paling mematikan sejak konflik sekterian pada 2006-2007.
Hal itu termaktub pada laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), pada Sabtu, yang meningkatkan ketegangan akan perang sipil yang terus berlanjut.
"Itu merupakan catatan yang menyedihkan," kata Martin Kobler, Duta Besar PBB di Baghdad, pada sebuah pernyataan.
Ia mengatakan, "para tokoh politik Irak harus segera turun tangan menghentikan pertumpahan darah yang tidak dapat ditoleransi ini."
Sebanyak dua ribu orang tewas dalam dua bulan terakhir setelah Al-Qaeda dan tentara Sunni, yang dipicu gerakan pemberontakan Sunni di negara tetangga Suriah dan ketidakpuasan kaum Sunni Irak menghidupkan kembali konflik antar komunal yang menewaskan puluhan ribu orang di 2006-2007.
Pada pekan ini, beberapa kali ledakan bom mengguncang kawasan Syiah dan Sunni di ibu kota Irak Baghdad, sedikitnya 70 orang tewas pada Senin dan 25 orang pada Kamis.
Pertumpahan darah yang terus terjadi memperlihatkan ketegangan yang semakin menjadi-jadi antara Pemerintah Irak yang dipimpin Syiah dan minoritas Sunni. Kebencian itu terus membuncah sejak Saddam Hussein digulingkan pada 2003 oleh invasi yang dipimpin Amerika Serikat.
Kelompok sayap lokal Al-Qaida dan regu bersenjata Sunni mendapatkan daerah mereka kembali setelah pertempuran panjang dengan pasukan AS.
Serangan tentara Irak terhadap kamp protes Sunni di Hawija pada April memicu kekerasan yang menewaskan lebih dari 700 orang dalam bulan itu, menurut perhitungan PBB.
Jumlah itu menjadi angka korban tertinggi perbulannnya hampir selama lima tahun, sebelum dilampaui pada Mei.
Pada puncak kekerasan sektarian Irak, ketika perang di Baghdad terjadi antara Sunni dan kelompok Syiah bersenjata yang mengincar kelompok-kelompok pesaingnya, jumlah kematian perbulan terkadang mencapai tiga ribu orang.