Ahad 02 Jun 2013 00:33 WIB

Cina Minta Amerika Tak Campuri Urusan Dalam Negerinya

Bendera Cina dan AS. Ilustrasi.
Foto: worldwide-connect.com
Bendera Cina dan AS. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Kesabaran Cina ada batasnya atas kelakuan Amerika Serikat. Karenanya, Cina meminta Negeri Paman Sam berhenti mencampuri masalah dalam negerinya.

Permintaan itu dinyatakan Beijing setelah AS mengimbau dilakukannya pertanggungjawaban secara penuh terhadap kekerasan Lapangan Tiananmen 1989 menjelang peringatan terjadinya peristiwa itu.

"Kami meminta pihak AS untuk membuang prasangka politik, memperlakukan kemajuan yang dicapai Cina dengan benar, segera memperbaiki kesalahan-kesalahannya serta berhenti mencampuri masalah dalam negeri Cina agar tidak merusak hubungan Cina-AS," kata juru bicara menteri luar negeri China, Hong Lei, dalam pernyataan pers seperti dikutip oleh kantor berita Xinhua, seperti dinukil dari AFP.

Pernyataan itu dilontarkan Cina untuk menjawab komentar juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Jen Psaki, menjelang peringatan peristiwa Tiananmen pada 4 Juni.

"Peringatan ke-24 tahun terjadinya penindasan kejam pada demonstrasi di Lapangan Tiananmen pada tanggal 4 Juni mendorong Amerika Serikat untuk mengenang hilangnya nyawa orang-orang yang tidak berdosa secara tragis," kata Psaki.

"Kami kembali mengimbau Pemerintah Cina untuk mengakhiri kekerasan terhadap mereka yang berpartisipasi dalam aksi-aksi unjuk rasa serta secara penuh melakukan pertanggungjawaban menyangkut mereka yang tewas, ditahan atau hilang."

Tentara-tentara Negeri Tirai Bambu itu menewaskan ratusan pengunjuk rasa yang disebut sebagai 'antirevolusioner' saat berlangsungnya demonstrasi pro-demokrasi di Beijing. Sejauh ini, Pemerintah Cina tidak memberikan angka resmi tentang jumlah warga yang tewas karena penindasan tersebut --yang dikutuk secara luas masyarakat dunia dan mengakibatkan Beijing dikucilkan untuk sementara di panggung internasional. Menurut catatan tidak resmi, jumlah mereka yang tewas berkisar antara 200 hingga lebih dari 3.000 orang.

sumber : AFP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement