REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, John Kerry melegalkan serangan pesawat tak berawak (drone) negaranya dalam perang melawan Alqaidah dan Taliban, beberapa hari pascadrone menewaskan seorang petinggi Taliban Pakistan.
"Meskipun pilihan pertama kami untuk penahanan dan penuntutan teroris adalah pilihan pertama kami. Terkadang tindakan mematikan diperlukan untuk melindungi rakyat AS," kata diplomat tertinggi AS itu kepada wartawan, seperti dinukil dari AFP.
Pernyataan itu disampaikan Kerry saat menemani mitranya Menlu Jerman, Guido Westerwelle. "Tindakan kita adalah legal. Kami diserang pada 9/11. Dalam sepekan, Kongres Amerika Serikat secara bulat meresmikan penggunaan kekuatan itu," kata Kerry.
"Berdasarkan hukum domestik dan hukum internasional, Amerika Serikat sedang berperang dengan Al-Qaida dan Taliban serta kekuatan yang terkait."
Komentar Kerry meneruskan pernyataaan Presiden AS, Barack Obama, yang pada 23 Mei menata pedoman baru untuk serangan drone saat menegaskan pertahanan perang pesawat tak berawak sebagai hukum. Pedoman-pedoman itu menyatakan, serangan drone hanya dapat digunakan untuk mencegah serangan dekat dan ketika penangkapan tersangka tidak layak, dan jika ada mendekati kepastian, warga sipil tidak akan dibunuh.
Serangan drone AS menewaskan wakil kepala Taliban Pakistan di barat laut daerah suku tanpa hukum di negara itu, pertengahan pekan lalu. Serangan itu menjadi pukulan besar bagi jaringan gerilyawan.
Waliur Rehman, orang nomor dua faksi Tehreek-e-Taliban (TTP) di Pakistan, meninggal bersama dengan setidaknya lima orang lainnya ketika sebuah pesawat tak berawak AS menembakkan dua peluru kendali pada sebuah rumah di distrik Waziristan Utara. Gedung Putih belum mengkonfirmasi pembunuhan itu, tetapi pada Jumat perdana menteri Pakistan mendatang, Nawaz Sharif, mengutuk serangan itu.