REPUBLIKA.CO.ID, BAGHDAD -- Pemimpin blok politik utama di Irak, Sabtu (1/6), melancarkan pembicaraan di Ibu Kota Irak, Baghdad, dalam upaya membahas krisis politik yang mengancam akan menjerumuskan Irak ke dalam pergolakan sektarian habis-habisan, kata satu televisi resmi.
Sebagian politikus senior dari berbagai faksi Irak, termasuk Perdana Menteri Nuri Al-Maliki, Ketua Parlemen Osama An-Nujaifi, dan Wakil Al-Maliki --Roj Nuri Shawis, yang juga seorang pemimpin Kurdi-- dijadwalkan bertemu di kantor pemimpin Syiah Ammar Al-Hakim, Ketua Dewan Tertinggi Islam Irak, demikian laporan stasiun televisi resmi Iraqia.
Pertemuan itu dijadwalkan membahas berbagai cara mengakhiri perbedaan politik di kalangan berbagai faksi, selain situasi keamanan yang baru-baru ini memburuk di negeri tersebut. Para peserta pertemuan juga dijadwalkan membicarakan masalah berlanjutnya protes oleh masyarakat Sunni yang berawal pada penghujung Desember, kata saluran televisi itu.
Pertemuan tersebut diselenggarakan di tengah meningkatnya ketegangan sektarian antara masyarakat, demikian laporan Xinhua. Pertikaian telah mencapai tingkat tertingginya sejak tentara AS ditarik dari Irak pada akhir 2011.
Selama lima bulan, masyarakat Sunni telah memprotes pemerintah, yang dipelopori penganut Syiah, di berbagai provinsi dan kabupaten Sunni di Baghdad.
Misi Bantuan PBB buat Irak (UNAMI) mengatakan di dalam satu pernyataan pada Sabtu kerusuhan di Irak telah mencapai rekor paling tinggi sejak 2008, selama dua bulan belakangan --April dan Mei. Sebanyak 1.045 orang, katanya, tewas di Irak pada Mei, naik dari 712 pada April.
"Ini adalah rekor yang menyedihkan. Para pemimpin politik Irak harus segera bertindak untuk menghentikan pertumpahan darah yang tak bisa dibiarkan ini," kata Martin Kobler, Utusan PBB di Baghdad dan pemimpin UNAMI.