REPUBLIKA.CO.ID, PBB, NEW YORK -- Badan Pengungsi PBB (UNHCR), Jumat (7/6), mengatakan sebanyak 140 ribu orang masih kehilangan tempat tinggal setahun setelah meletusnya kerusuhan antar-masyarakat di Negara Bagian Rakhine, Myanmar.

UNHCR telah bekerja sama dengan pemerintah dan mitra untuk menyediakan air, kebersihan dan layanan kesehatan buat orang yang terusir akibat kerusuhan bernuansa sara, kata Juru Bicara PBB Martin Nesirky dalam taklimat harian.

Lembaga tersebut siap menyediakan pemerintah dengan dukungan teknis untuk mendaftarkan semua orang yang menjadi pengungsi di dalam negeri mereka dan mendorong perujukan bagi kepulangan secara aman dan sukarela secara berkesinambungan, kata Nesirky.

Negara Bagian Rakhine, yang dihuni oleh lebih dari 3,3 juta orang Rakhine --yang beragama Buddha-- dan orang Muslim, di Myanmar Barat dilanda oleh konflik mematikan tahun lalu.

Peristiwa tersebut mengakibatkan 192 orang tewas, 265 orang lagi cedera dan 8.614 rumah terbakar, kata satu laporan yang disiarkan pada April oleh Komisi Penyelidikan Konflik Negara Bagian Rakhine, yang diangkat pemerintah.

Sebanyak 75 ribu orang terusir dalam gelombang pertama kerusuhan di bagian utara negara bagian itu pada Juni lalu. Sebanyak 36 ribu orang lagi terusir dari rumah mereka oleh gelombang kedua kerusuhan pada Oktober, demikian data yang disiarkan PBB.

UNHCR juga menyerukan langkah aktif guna mencegah arus orang ke luar Negara Bagian Rakhine. Sejak Juni lalu, lebih dari 27 ribu orang, yang kebanyakan diduga dari Rakhine, telah melakukan pelayaran berbahaya untuk mencari keselamatan dan kestabilan di negara lain, kata Nesirky.

Lembaga PBB tersebut telah menyeru semua pemerintah di wilayah itu agar membuka pintu mereka buat orang yang memerlukan perlindungan internasional. UNHCR juga meminta semua aparat pemerintah di Myanmar agar segera menangani pangkal masalah arus pengungsi tersebut, kata Nesirky menambahkan.

Ikuti Whatsapp Channel Republika