Senin 10 Jun 2013 01:56 WIB

Serangan Udara Tewaskan Enam Militan di Yaman

Alqaidah mengaku berada di balik serangan bom bunuh diri yang menewaskan 96 tentara Yaman.
Foto: AP
Alqaidah mengaku berada di balik serangan bom bunuh diri yang menewaskan 96 tentara Yaman.

REPUBLIKA.CO.ID, SANAA --Serangan udara yang diyakini dilakukan oleh pesawat tak berawak Amerika Serikat (AS) di Yaman utara menewaskan enam terduga anggota Alqaidah, Ahad (9/6).

Serangan udara itu ditujukan pada sebuah kendaraan di daerah Khab al-Shath dekat al-Jawf. Seorang sumber suku mengatakan terduga adalah anggota Alqaidah, Hassan al-Saleh Huraydan, saudaranya dan empat orang lain tewas.

Sumber suku itu sebelumnya menyebut jumlah kematian dalam serangan itu lima orang. "Satu warga Arab Saudi termasuk diantara mereka yang tewas," kata sumber itu mengenai serangan tersebut, yang terjadi di provinsi yang berbatasan dengan Arab Saudi.

Beberapa saksi menuturkan bahwa tiga serangan dilakukan setelah serangan pertama, namun mereka tidak memberikan penjelasan terinci mengenai sasarannya. 

Pesawat-pesawat AS sering melancarkan serangan udara terhadap tersangka militan sebagai bagian dari perang Washington melawan jaringan jihad di sejumlah negara, dan untuk mendukung perang Yaman terhadap militan garis keras.

Dua serangan udara pekan lalu di provinsi Abyan, Yaman selatan, menewaskan tujuh tersangka anggota Alqaidah dan mencederai dua orang. Militan Alqaidah memperkuat keberadaan mereka di wilayah selatan, dengan memanfaatkan melemahnya pemerintah pusat akibat pemberontakan anti-pemerintah yang meletus pada Januari 2011.

Ofensif pasukan Yaman yang diluncurkan pada Mei 2011 berhasil menghalau militan Alqaidah dari sejumlah kota dan desa di wilayah selatan dan timur yang selama lebih dari setahun mereka kuasai.

Yaman adalah negara leluhur almarhum pemimpin Alqaidah Osama bin Laden dan hingga kini masih menghadapi kekerasan separatis di wilayah utara dan selatan. Yaman Utara dan Yaman Selatan secara resmi bersatu membentuk Republik Yaman pada 1990.

Namun, banyak pihak di wilayah selatan, yang menjadi tempat sebagian besar minyak Yaman, mengatakan bahwa orang utara menggunakan penyatuan itu untuk menguasai sumber-sumber alam dan mendiskriminasi mereka.

Negara-negara Barat, khususnya AS, semakin khawatir atas ancaman ekstrimisme di Yaman, termasuk kegiatan Alqaidah di Semenanjung Arab (AQAP). AS ingin presiden baru Yaman, yang berkuasa setelah protes terhadap pendahulunya membuat militer negara itu terpecah menjadi kelompok-kelompok yang bertikai, menyatukan angkatan bersenjata dan menggunakan mereka untuk memerangi kelompok militan itu.

Militan melancarkan gelombang serangan sejak mantan Presiden Ali Abdullah Saleh pada Februari 2012 menyerahkan kekuasaan kepada wakilnya, Abdrabuh Mansur Hadi, yang telah berjanji menumpas Alqaidah.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement