Senin 10 Jun 2013 12:31 WIB

Obama Belum Bisa Adil Tengahi Palestina-Israel

Barack Obama.
Foto: AP Photo/Charles Dharapak
Barack Obama.

REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH -- Marwan Barghouti, anggota senior dalam partai Fatah --pimpinan Presiden Mahmoud Abbas menilai Presiden AS Barack Obama telah gagal meyakinkan Israel agar berkomitmen pada ketentuan untuk membuat proses perdamaian berhasil.

Menurutnya, faktor utama gagalnya upaya perdamaian tersebut karena pemerintahan Obama belum bisa bersikap adil dan lebih cenderung membela Israel.

"Presiden Obama belum memperlihatkan tekad yang yang serius untuk melaksanakan resolusi internasional terkait untuk secara adil menyelesaikan masalah Palestina dan konflik dengan Israel," kata Barghouti sebagaimana dilaporkan Xinhua --yang dipantau di Jakarta, Senin (10/6).

Barghouti, yang saat ini menjalani hukuman penjara seumur hidup di satu penjara Israel juga menambahkan, "Obama bersalah karena ia menghalangi hak rakyat Palestina untuk menjadi anggota organisasi internasional."

Obama dan pemerintahnya menawarkan dukungan militer dan keuangan buat Israel, pada saat yang sama ia gagal membantu rakyat Palestina memperoleh kembali hak sah mereka, kata Barghouti.

Ketika ditanya mengenai upaya Menteri Luar Negeri AS John Kerry untuk melanjutkan pembicaraan perdamaian dengan Israel, ia berkata,  "Jika Kerry benar-benar ingin pembicaraan dilanjutkan, ia mesti meminta Israel lebih dulu menghentikan pembangunan permukiman, mengakhiri pendudukan militer dan menerima berdirinya negara Palestina merdeka."

Ia menyatakan Kerry harus mengerti rakyat Palestina tidak lagi mencari isyarat baik Israel. "Sudah jelas rakyat Palestina ingin hak nasional mereka dan mereka menolak menerima pertunjukan ekonomi apa pun dengan mengorbankan kebebasan dan keadilan."

Berghouti memperingatkan jika pemimpin Palestina menerima untuk berunding dengan Israel tanpa meraih hak sah rakyat Palestina, seperti diakhirinya pendudukan dan berdirinya negara Palestina, "ini akan sangat merugikan kepentingan tertinggi rakyat kami".

sumber : Xinhua
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement