REPUBLIKA.CO.ID, NAYPYITAW -- Menteri Imigrasi Myanmar mendukung kebijakan kontroversial pembatasan dua anak bagi minoritas muslim Rohingya. Padahal, kelompok oposisi Aung San Suu Kyi dan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) telah meminta pencabutan kebijakan diskriminatif dan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).
Menteri Imigrasi dan Kependudukan, Khin Yi merupakan pejabat paling senior yang secara terbuka mendukung kebijakan tersebut. Sebelumnya kebijakan itu diumumkan otoritas lokal bagi Muslim Rohingya yang disebut Bengali di negara bagian Rakhine.
"Ini akan menguntungkan perempuan Bengali," kata Khin Yi seperti dikutip Reuters, Selasa (11/6).
Petugas kesehatan mengatakan kebijakan dua anak tersebut akan mendorong aborsi tidak aman di salah satu wilayah termiskin di Asia tenggara. Pihak Berwenang di negara bagian Rakhine mengatakan mereka perlu menerapkan kontrol ketat terhadap Rohingya untuk mencegah kerusuhan lebih lanjut.
Seorang juru bicara negara bagian Rakhine bulan lalu menegaskan kembali peraturan dua anak yang dibuat 2005 di dua kota, Bushidaung dan Maungdaw. Hal itu dilakukan untuk mengendalikan populasi Rohingya yang berkembang pesat.
"Para wanita Bengali yang tinggal di negara bagian Rakhine memiliki banyak anak. Di beberapa daerah, satu keluarga memiliki 10 atau 12 anak. Ini tidak baik bagi gizi anak," ujar juru bicara tersebut.