REPUBLIKA.CO.ID, ISTANBUL -- Perdana Menteri (PM) Recep Tayyip Erdogan mengecam kritik yang dilontarkan Dewan Uni Eropa.
Dalam pidato yang disiarkan stasiun televisi di Turki, dikutip dari Euro News, Erdogan menegaskan untuk tak mengakui keputusan yang diambil Parlemen Eropa terkait kerusuhan di Turki.
Pada Kamis lalu, Parlemen Eropa mengeluarkan resolusi yang mengecam kekerasan di Turki. Parlemen Eropa bahkan menyatakan sangat prihatin dengan tindakan kekerasan aparat keamanan Turki kepada demonstran.
Apalagi bentrokan itu, menyebabkan lima korban tewas dan 5 ribu lain luka-luka. Erdogan menyatakan, Parlemen Eropa tak sepatutnya mengecam Turki. Sebab, hingga kini Turki baru memiliki status sebagai kandidat.
"Mereka yang mengambil keputusan harusnya berkaca pada Yunani. Turki hanya calon, bukan negara anggota," ucap dia dikutip dari Euronews, Senin (17/6).
Ucapan dia terkait sikap diam Eropa ketika terjadi kekerasan aparat dalam kerusuhan di Yunani. Meski sempat mendeklarasikan keprihatinan, salah satu anggota Parlemen Belanda mengatakan pembicaraan terkait keanggotaan Turki harus terus dilakukan.
Anggota parlemen asal Belanda, Ria Oomen-Ruitjen mengatakan Eropa harus mengambil pelajaran dari apa yang terjadi serta memperlihatkan berbagai aturan dalam Uni Eropa. Termasuk tolak ukur bagaimana harus bertindak dan bereaksi kepada Turki.
Sementara itu, Menteri Turki untuk Urusan Uni Eropa, Egemen Bakhysh mengatakan kepada surat kabar Yenisafak bahwa keputusan Eropa tak masuk akal. Turki ucap dia telah menjadi negara demokratis dan bisa dicontoh negara-negara Eropa.
Menteri Luar Negeri Turki, Ahmet Davutoglu mengatakan tidak ada hak bagi Uni Eropa mengajarkan demokrasi kepada Turki. Termasuk, ucap dia pernyataan tidak masuk akal bahwa Turki melanggar hak-hak demonstran.
Sementara di Turki, Serikat Pekerja Turki meminta kepada seluruh anggota mereka untuk melakukan mogok kerja Senin. Serikat juga meminta seluruh anggota untuk ikut berdemonstrasi melawan kekejaman polisi kepada para aktivis.
Sementara itu, Menteri Dalam Negeri, Muammer Guler mengeluarkan peringatan keras kepada penyelenggara pemogokan. Ia mengimbau kepada para pekerja termasuk buruh untuk tak berpartisipasi dalam demonstransi yang melanggar hukum.
"Jika tidak maka mereka akan menanggung konsekuensi hukum," ucap Muamer Guler, Senin (17/6).
Sehari sebelumnya, polisi anti huru-hara mengepung dan memblokir jalan sambil menyemprotkan meriam air dan gas air mata. Polisi berusaha mencegah pengunjuk rasa kembali berkumpul di Alun-Alun Taksim.
Polisi hingga Senin masih mempertahankan kekuatan mereka di Alun-Alun Taksim. Pihak pemerintah pun sudah membuka kembali stasiun kereta bawah tanah yang sebelumnya ditutup karena pengunjuk rasa mencoba kembali ke Taksim.