Kamis 20 Jun 2013 15:29 WIB

Imam Al Azhar: Oposisi Morsi Sesuai Syariah Jika Demonstrasi Damai

Rep: Ichsan Emerald Alamsyah/ Red: A.Syalaby Ichsan
Imam Besar Al Azhar Syekh Ahmed al-Tayyeb
Imam Besar Al Azhar Syekh Ahmed al-Tayyeb

REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO --  Imam Al Azhar Syekh Ahmed el Tayeb  menentang ucapan pendukung Presiden Mohammed Morsi yang mengatakan rencana demo besar gerakan oposisi pada tanggal 30 Juni adalah bi'ah.

''Gerakan menentang (Pemerintah) dengan aksi damai bisa diterima berdasarkan Syariah,'' ucap dia dikutip dari Ahram Online, Kamis (20/6).

Grand Syekh (Syekh al Akhbar) Al Azhar ini juga menyatakan, gerakan damai yang rencana diselenggarakan 9 hari lagi itu juga tak ada hubungannya dengan keimanan. Pernyataan ini meluncur dari mulut sang Imam ketika ditanya apakah Islam mengizinkan protes yang tentu saja harus berjalan secara damai.

Ia pun menjawab dengan sangat mengejutkan bahwa hal itu tak dilarang dalam Islam. Bahkan, mereka yang kemudian melakukan kekerasan pun sebenarnya tak bisa disebut kafir atau keluar dari Islam. Meski ia menggarisbawahi tindakan anarkis sangatlah dilarang dan merupakan dosa besar.

Selama ini institusi Al Azhar Kairo adalah salah satu lokasi utama tempat belajar kaum muslim dunia. Tak hanya itu, Al Azhar dikenal dengan gaya moderat dan salah satu yang menentang kelompok Ultrakonservatif sejak jatuhnya Mubarrak di 2011.

El Tayeb melanjutkan, Al Azhar terpaksa mengeluarkan komentar terkait fatwa dari kelompok muslim garis keras yang menganggap protes itu bid'ah. Ia juga mengatakan ada orang-orang yang  berpandangan bahwa melawan pemerintahan yang sah adalah tindakan kafir.

Pandangan demikian, ucap dia jelas sudah menyimpang dari ajaran Islam. Ulama di Al Azhar juga menentang mereka yang sering mengucapkan kata Kafir dan mempertanyakan keimanan kaum oposisi.

Sebelumnya, Juru Bicara Al Gamaa Al Islamiya, Mohammed Hasan mengatakan protes yang akan berlangsung 30 Juni itu didanai asing. Kaum oposisi, ucap dia, ingin menciptakan kekacauan agar Mesir menjadi seperti Suriah atau Libya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement