REPUBLIKA.CO.ID, DOHA -- Persiapan perundingan damai Afghanistan antara Amerika dengan Taliban di Qatar batal dilaksanakan pada Kamis (20/6). Para pengamat sudah menduga hal itu sebelumnya.
Sumber di Pemerintahan mengatakan Amerika memang tidak menyiapkan apapun untuk pertemuan itu. Presiden Afghanistan Hamid Karzai, pada Rabu (19/6), mengatakan akan memboikot pertemuan itu.
"Selama pemerintah Afghanistan tak dilibatkan dalam pertemuan itu, maka Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa pun tak akan berpatisipasi di dalamnya," kata Karzai.
Karzai terlihat kesal saat menyampaikan hal itu. Kemarahan Karzai tak dapat dipungkiri merupakan akibat dari pembukaan kantor Taliban di Ibukota Qatar, Doha.
Dalam acara peresmian bangunan dengan nama Kantor Negara Islam Afghanistan (Political Office of Islamic Emirates of Afghanistan) itu, perwakilan Taliban Mohammed Naeem, mengatakan Taliban sedang mencari cara untuk memulai perundingan dan menginginkan solusi politik dengan Amerika. "Kami ingin berhubungan baik dengan semua negara di dunia," kata Naeem.
Jen Psaki, juru bicara Menteri Luar Negeri Ameika, mengatakan Amerika tidak mengenal 'Negara Islam Afganistan'. Ia juga mengatakan Menteri Luar Negeri Amerika, John Kerry, telah melakukan klarifikasi kepada Karzai.
Psaki juga menuturkan, Kerry telah meminta Pemerintah Qatar memastikan aktivitas kantor politik itu mengikuti aturan yang berlaku di Qatar.
Selang beberapa jam setelah mengumumkan keinginannya berunding, Rabu (19/6), Taliban menyatakan bertanggung jawab atas serangan ke Pangkalan Udara Bagram. Empat tentara Amerika tewas dalam serangan yang terjadi Selasa (18/6) lalu.
Juru bicara Taliban, Zabiullah Mujahid, menyampaikan, "Taliban meluncurkan dua roket ke Pangkalan Udara Bagram, dekat Ibukota Kabul."
Negosiasi memang terus diupayakan, namun di saat bersamaan kedua pihak bertikai masih saling serang di Afghanistan. Ini tentu menjadi tantangan yang harus segera diatasi Taliban dengan Amerika jika berencana bertemu di meja perundingan.