Ahad 23 Jun 2013 08:45 WIB

Brasil Makin Mencekam, Pemerintah Ambil Sikap

Rep: Angga Indrawan/ Red: Fernan Rahadi
Protes terhadap pemerintah, sekitar satu juta orang Brasil turun ke jalan-jalan meneriakkan tuntutan dan ketidakpuasan.
Foto: REUTERS
Protes terhadap pemerintah, sekitar satu juta orang Brasil turun ke jalan-jalan meneriakkan tuntutan dan ketidakpuasan.

REPUBLIKA.CO.ID, BRASILIA -- Aksi protes dan unjuk rasa yang terjadi di Brasil di tengah penyelenggaraan Piala Konfederasi 2013, mulai ditanggapi serius pemerintah Brasil. Pemerintah Brasil menilai aksi ini bakal terus meliar hingga bakal mengancam penyelenggaraan Piala Dunia tahun depan. Hingga hari Jumat (21/6) dini hari waktu setempat atau Sabtu (22/6) pagi WIB, dua orang dilaporkan tewas dalam aksi tersebut.

Seorang pria 18 tahun tewas setelah mobil menabrak kerumunan di kota tenggara Ribeirao Preto. Satu korban tewas yang diketahui lainnya, adalah seorang wanita 54 tahun. Wanita yang juga belum diketahui namanya itu tewas karena serangan jantung setelah bahan peledak meledak di utara kota Belem.

Sabtu (22/6), pemerintah segera menetapkan kebijakan baru melalui rapat dengan dalam waktu dekat ini. Presiden Brasil, Dilma Roussef, kini mengaku mulai khawatir dengan aksi yang telah melibatkan lebih dari 1,25 juta penduduk di lebih dari 80 kota.

Roussef menambahkan, ia juga akan segera mengadakan pertemuan dengan pemimpin gerakan protes, gubernur dan walikota kota-kota besar di Brasil. Kendati demikian, Roussef mengaku semuanya akan terkendali sesegera mungkin. Bahkan menurutnya, ia turut puas dengan demonstrasi tersebut. Menurutnya, sudah saat masyarakat menyampaikan kebebasan berpendapat.

"Semuanya aku dukung untuk menyampaikan aspirasi di jalanan," kata Roussef dalam pidatonya yang disiarkan langsung di televisi, Sabtu (22/6).

Sikap Roussef diyakini tidak terlepas dari latar belakangnya yang merupakan seorang aktivis sayap kiri. Sebelum naik menjadi bagian pemerintahan, Roussef yang kini berusia 65 tahun, merupakan salah satu pemimpin gerakan Marxis wanita yang menyuarakan protes atas rezim  diktator yang akhirnya terguling pada era 80-an. Ia juga diketahui sempat mendekam tiga tahun di penjara atas aksinya tersebut.

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement