REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, John Kerry mengakhiri pertemuan dengan para pemimpin Israel dan Palestina tanpa kesepakatan. Namun, dia mengklaim ada telah kemajuan dan kesenjangan di antara keduanya menyempit. Dia mengatakan segera kembali ke wilayah itu.
"Kami telah membuat kemajuan nyata pada perjalanan ini. Saya percaya dengan sedikit pekerjaan, mengawali negosiasi status terakhir dapat dicapai," ujarnya dikutip Al-Jazeera, Senin (1/7).
Menurutnya, pembicaraan dimulai dengan kesenjangan yang luas. "Kami telah mempersimpitnya," ujarnya tanpa menjelaskan lebih lanjut. "Kami membuat kemajuan. Itulah yang penting dan itulah yang akan membawa saya kembali ke sini."
Kerry telah bertemu dengan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu dan Presiden Palestina Mahmoud Abbas secara terpisah selama empat hari. Dengan harapan menemukan formula untuk menghidupkan kembali perundingan damai. Perundingan atas sengketa pemukiman ilegal di Tepi Barat yang diduduki telah terhenti sejak 2010.
Kerry mengatakan baik Netanyahu dan Abbas telah memintanya untuk kembali. Ketua juru runding Palestina, Saeb Erekat mengatakan telah ada beberapa kemajuan. Namun, dia tidak bisa mengatakan sudah ada terobosan.
Abbas mengatakan untuk melakukan pembicaraan, Netanyahu harus membekukan pemukiman ilegal. Netanyahu juga harus mengakui batas Tepi Barat sebelum dicaplok Israel dalam perang Timur Tengah 1967 sebagai dasar perbatasan dari Palestina.
Sementara, Israel menjaga pemukiman tersebut tetap ada dalam poin perdamaian. "Israel siap untuk masuk perundingan tanpa penundaan, tanpa syarat, dan kami tidak menempatkan hambatan pada dimulainya kembali pembicaraan status akhir dalam kesepakatan perdamaian permanen antara Palestina dan kami," ujar Netanyahu.
Kerry tertarik melangsungkan pembicaraan damai sebelum agenda Majelis Umum PBB yang telah mengakui de facto negara Palestina, pada September mendatang.