REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Pengunjuk rasa anti-Mursi menyerbu dan mengobrak-abrik markas utama Ikhwanul Muslimin. Serangan terhadap markas pendukung utama Presiden Mesir Muhammad Mursi ini bertujuan untuk memaksa dia segera turun dari tampuk kekuasaan.
Penyelenggara protes, yang menamakan diri Tamarod, mengultimatum Mursi. Mereka meminta dia segera lengser paling lambat Selasa (2/7) pukul 17.00 waktu setempat. Massa anti-Mursi juga meminta polisi dan aparat militer untuk menyatakan dukungan terhadap gerakan yang disebut kehendak rakyat.
Penyerangan ke kantor Ikhwanul Muslimin, bermula dari bentrokan antara pendukung dan kelompok anti-Mursi. Para demonstran melempari kelompok Mursi dengan bom molotov dan batu. Setelah itu, Senin (1/7) pagi demonstran anti-Mursi pun menerobos masuk dan menyerbu gedung berlantai enam itu.
Berdasarkan laporan Associated Press (AP), demonstran mengeluarkan seluruh barang-barang yang ada dalam gedung. Salah satu dari mereka pun muncul dengan pistol dan menyerahkan kepada polisi. Sementara itu, rekaman televisi lokal memperlihatkan markas besar Ikhwanul Muslimin benar-benar porak poranda.
Kaca-kaca jendela pecah, dinding gedung gosong dan asap mengepul di gedung yang terletak di distrik Muqatam, Kairo Timur. Api juga masih terus berkobar di lantai satu usai diserang demonstran. Juru Bicara Kementerian Kesehatan Yehya Moussa mengatakan bahwa setidaknya 16 orang tewas di seluruh negeri terkait demonstrasi yang berubah menjadi kekerasan.
Delapan korban itu tewas di kantor pusat Ikhwanul Muslimin. Sementara itu, 781 orang luka-luka akibat bentrokan di seluruh negeri. Namun, tak jelas apakah pendukung Ikhwanul Muslimin bersembunyi menahan gempuran atau kabur dari gedung itu.