REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Musim hujan berkepanjangan ditambah penyakit pathek atau anthrax menyebabkan produksi cabai nasional turun menjadi 50 ton dari yang seharusnya 100 ton per bulan sehingga harga naik.
"Kenaikan harga cabai di hampir semua jenis, karena berkurangnya pasokan sekitar 50 persen dari yang seharusnya," kata Ketua Asosiasi Agribisnis Cabai Indonesia (AACI) Dadi Sudiana kepada pers di Jakarta, Senin (1/7).
Menurutnya, ketika kebutuhan sedang meningkat menghadapi puasa dan Lebaran seperti saat ini, seharusnya pasokan ditambah 20 persen. Tetapi karena angka ideal 100 ribu ton saja tidak tercapai, kelihatannya sulit mencapai pasokan 120 ribu ton tersebut. Sementara untuk impor juga bukan solusi yang baik bagi produsen cabai.
Dia menilai, penanganan cabai oleh pemerintah dianggap kurang optimal mengingat sejak tahun 2010, seharusnya ada solusi yang tepat, mengingat cabai bukan produk mesin yang bisa ditambah operasionalnya secara cepat.
"Untuk mengantisipasi kekurangan produksi, pemerintah diharapkan memperhatikan dari awal tahun, mengingat musim tanam cabai antara tiga hingga 3,5 bulan lamanya," katanya.
Berdasarkan catatan perkembangan harga dan pasokan sayur mayur di Pasar Kramat Jati, Jakarta Timur, selama bulan Juni 2013 tren harian perubahan harga tertinggi adalah pada cabai rawit merah naik 3,9 persen.
Harga rata-rata cabai merah keriting bulan Juni mencapai Rp25.179 per kg, sementara harga rata-rata cabai merah besar Rp23.179 per kg. Untuk harga rata-rata cabai rawit merah Rp 22.643 per kg, dan rata-rata cabai rawit hijau bulan ini Rp17.893 per kg.