REPUBLIKA.CO.ID, TBILIS -- Georgia pada Selasa mengatakan pihaknya telah mencabut kebijakan bebas visa bagi warga negara Iran di tengah kekhawatiran bahwa Teheran bisa saja menggunakan hubungan bisnisnya yang sedang meningkat tajam dengan negara kecil bekas wilayah Soviet itu untuk menghindari sanksi-sanksi internasional.
"Georgia secara sepihak mencabut kesepakatan bebas visa dengan Iran," kata Juru bicara Kementerian Luar Negeri Georgia, Irakli Vekua, kepada AFP.
"Terhitung mulai tanggal 1 Juli, semua warga negara Iran harus terlebih dahulu mendapatkan visa jika mereka ingin memasuki wilayah Georgia," katanya. Vekua menolak memberikan keterangan lebih rinci tentang keputusan itu.
Georgia dan Iran pada tahun 2010 menyepakati perjanjian untuk memberikan izin masuk bagi warga kedua negara tanpa visa. Dengan perjanjian itu, jumlah warga Iran yang datang ke Georgia tumbuh empat kali lipat sementara kegiatan perdagangan berkembang.
Para analis mengatakan pada saat itu sekutu setia Amerika Serikat, Presiden Mikheil Saakashvili, sedang meningkatkan hubungan dengan Iran untuk mengimbangi musuh utamanya yakni Rusia. Sementara itu, kepentingan Amerika terhadap negara Kaukasia itu mendingin di bawah Presiden Barack Obama.
Partai tempat Saakashvili bernaung mengalami kekalahan pada pemilihan parlemen pada Oktober tahun lalu.
Pemilihan saat itu dimenangi oleh koalisi yang dipimpin oleh Bidzina Ivanishvili yang saat ini menjadi perdana menteri Georgia.
Ivanishvili telah menjadikan peningkatan hubungan dengan Rusia sebagai prioritas kebijakan luar negeri negaranya. Namun, ia juga menjanjikan akan mempertahankan alur pro-Barat yang dianut Saakashvili.