REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Pemuka agama dari Al Azhar dan Gereja Koptik Mesir menyerukan semua pihak untuk segera menghentikan aksi kekerasan yang mengarah ke perang saudara.
"Mesir dalam bahaya, semua pihak harus segera menahan diri untuk membendung perang saudara," kata Syeikh Agung Al Azhar Prof.Dr. Ahmed Al Tayeb, Rabu, menyusul aksi kekerasan di Bundaran Universitas Kairo.
Seruan serupa diutarakan pemimpin karismatik Gereja Koptik Baba Tawadrous II. "Kekerasan hanya akan merugikan masyarakat. Oleh karena itu, hentikan aksi demo yang menimbulkan aksi anarkis," kata Baba Tawadrous.
Syeikh Tayeb dan Baba Tawadrous juga memperingatkan timbulnya perang saudara bila para petinggi dari pihak-pihak yang bertikai tidak segera memecahkan krisis ini.
Sementara itu, Kementerian Kesehatan mengatakan bahwa sebanyak 16 orang tewas dan lebih 200 orang cedera dalam bentrokan di Bundaran Universitas Kairo pada hari Rabu dini hari, antara pendukung dan anti-Presiden Mohamed Moursi.
Bundaran Universitas Kairo di Giza, bagian barat Kairo, merupakan tempat unjuk rasa pendukung Moursi sejak Selasa (2/7), selain di Bundaran Rabiah Adawiyah, Kairo Timur, sejak Jumat (28/7). Jaringan televisi setempat melaporkan bahwa bentrokan bermula dari Jalan Faisal dan merembet ke Universitas Kairo.
Sebagian besar korban akibat terkena tembakan senjata tajam, katanya.
Peristiwa tragis ini terjadi hanya beberapa jam menjelang batas waktu ultimatum militer 48 jam bagi semua kekuatan politik untuk memecahkan krisis saat ini. Para pengamat memperkirakan bahwa bentrokan di Bundaran Universitas Kairo itu merupakan awal dari konflik yang lebih luas.
"Ini adalah awal dari konfrontasi yang luas di Kairo setelah pidato Presiden Moursi yang menimbulkan kemarahan oposisi," kata Ragab Abdel Maguid merujuk pada pidato televisi Moursi pada hari Selasa tengah malam yang menyatakan mempertahankan keabsahan jabatannya sebagai presiden.
Dalam sepekan terakhir, kondisi keamanan di Ibu Kota Mesir, Kairo, dinilai kondusif meskipun terjadi demo besar oposisi. Sebelumnya, aksi kekerasan antara pendukung dan anti-Moursi telah terjadi di sejumlah provinsi yang dilaporkan menewaskan sedikitnya 18 orang.