REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Tidak kurang dari 90 kasus pemerkosaan terhadap perempuan terjadi sepanjang demonstrasi akbar terbaru di Ibu Kota Mesir, Kairo, Ahad (30/6). Organisasi internasional pemerhati hak asasi manusia (HAM) Human Right Watch (HRW) menyatakan jumlah tersebut menjadi kasus asusila terparah sepanjang sejarah Mesir.
''Para pejabat dan tokoh politik semua kelompok harus bersama-sama mengutuk dan mengambil langkah pencegahan atas tindakan mengerikan itu,'' begitu laporan HRW seperti dilansir Egypt Independent, Rabu (3/7).
HRW dalam laporannya memaparkan angka tersebut belum ditambah oleh jumlah kasus serupa sebelum Alun-alun Tharir Squere kembali dijejali kelompok oposisi. Dikatakan lima perempuan diperkosa secara bersama-sama di episentrum Kota Kairo pada Selasa (28/6) lalu.
Guncangan baru pada Ahad (30/6) di jantung kota tersebut, telah mencatatkan 46 kasus perkosaan. Menyusul hari kedua, Senin (1/7) dengan catatan 17 kasus, dan Selasa (2/7) meningkat lagi menjadi 23 kasus.
''Kasus pemerkosaan menyerang perempuan (yang ikut berdemosntrasi). Mereka diancam dengan tongkat atau pisau,'' kata HRW.
HRW tidak menuduhkan perbuatan biadab tersebut dilakukan oleh pihak siapa dan terhadap pihak yang mana. Namun, dikatakan kejahatan tersebut harus mendapat jaminan untuk dihentikan. ''Beberapa korban pemerkosaan masih dirawat di rumah sakit,'' terang HRW.
Laporan HRW tersebut memaksa kelompok demonstrasi memisahkan pengunjuk rasa perempuan. Reuters Television melansir aktivitas penggulingan paksa Presiden Muhammad Mursi itu dengan menempatkan perempuan di tengah-tengah kerumanan massa laki-laki.
Hal tersebut dilakukan untuk mengamankan posisi perempuan dari kejahatan-kejahatan asusila di tengah situasi yang rentan rusuh tersebut. Hingga sekarang, Rabu (3/7) malam waktu setempat teriakan yel-yel mendesak Mursi mundur masih disuarakan.