REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Pemerintah Mesir pada Jumat (5/7) menutup pintu perbatasan Rafah yang menghubungkannya dengan Jalur Gaza, Palestina menyusul tewasnya dua tentara penjaga perbatasan akibat serangan gerilyawan Islam.
"Pihak Mesir meminta kami menutup perbatasan Rafah karena alasan keamanan," kata Kepala Otorita Perbatasan Rafah Palestina, Maher Abu Sabha dalam satu pernyataan, Jumat.
Kantor berita resmi Mesir melaporkan bahwa jumlah tentara yang tewas bertambah jadi dua orang setelah satu tentara lagi tewas pada Jumat pagi.
Disebutkan, gerilyawan Islam mengintensifkan serangan, terutama dalam dua hari terakhir pasca-pelengseran Presiden Muhammad Mursi oleh tentara.
Sasaran serangannya adalah pos-pos penjaga keamanan dari tentara dan kepolisian di kawasan Semenanjung Sinai Utara itu.
Perbatasan Rafah merupakan satu-satunya pentu perbatasan Jalur Gaza yang menghubungkan dunia luar, semenatara pintu perbatasan Gaza lainnya di ditutup Israel.
Jalur Gaza yang berpenduduk 1,7 juta jiwa itu dijuluki sebagai "penjara terbesar di dunia" di bawah pendudukan Israel yang dicaplok sejak 1967.
Menurut Abu Sabha, sebanyak 400 orang menyeberangi pintu Rafah pada Kamis (4/7), dan kini ribuan orang menanti izin masuk atau keluar dari kantong Palestina yang terpisah dengan wilayah Palestina di Tepi Barat.
Jalur Gaza yang dikuasai HAMAS adalah pendukung Presiden Moursi. Saat berkuasa, Presiden Mursi berhasil menghentikan rencana serangan darat Israel terhadap Gaza tahun lalu.
Para pengamat menilai, penggulingan Moursi itu akan menimbulkan konfrontasi hebat antara Ikhwanul Muslimin dan tentara.
"Ikhwanul Muslimin akan tetap eksis. Mereka berpengalaman dalam gerakan bawah tanah berpuluh tahun sejak era Presiden Gamal Abdel Nasser, Anwar Saddat dan berlanjut 30 di masa Presiden Husni Mubarak," kata analis politik Zaid Mansur.