REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (AS) menyatakan keprihatinan tentang Perseteruan akibat kudeta Militer terhadap Presiden Mursi yang terjadi Jumat (5/7) kemarin. AS mendesak pemimpin Mesir untuk segera menghentikan perseteruan yang terjadi.
"Kami menyerukan kepada semua pemimpin Mesir untuk mengutuk penggunaan kekerasan. Semuanya harus berupaya mencegah kekerasan agar tidak terus berlanjut di kalangan pendukung Mursi," kata juru bicara Kemenlu AS, Jen Psaki seperti dilansir dari BBC, Sabtu (6/7) waktu setempat.
Hal serupa juga datang Sekretaris Jenderal PBB, Ban Ki-moon. Dalam pernyataannya, Sabtu, Ban menyeru Militer yang kini memegang kebijakan di Mesir untuk lebih melindungi para demonstran.
"Sekretaris Jenderal sangat meyakini bahwa kondisi saat ini adalah saat-saat yang kritis di mana sangat penting bagi Mesir untuk bekerja sama untuk memetakan kembali upaya damai dan mengontrol warga sipil, tatanan konstitusional, dan pemerintahan yang demokratis," kata juru bicara PBB, Ban Farhan Haq.
Haq juga mengatakan, setiap warga Mesir menjadi penentu masa depan Negara Piramida itu. Baik laki-laki maupun perempuan harus berupaya menciptakan perdamaian dan tidak larut dalam kekerasan.
"Para pemimpin politik Mesir memiliki tanggung jawab bagi setiap kebijakan, perkataan dan tindakan mereka. Mereka harus berkomitmen untuk membuka pintu dialog damai dan menciptakan sistem yang demokratis yang mencakup semua konstituen Mesir, termasuk perempuan," kata Haq.
Konflik berdarah yang telah menewaskan 30 orang dan melukai ratusan lainnya itu mengundang keprihatinan dunia. Jutaan massa pendukung Presiden Mursi dari Fraksi Ikhwanul Muslimin menggelar protes besar-besaran. Selain memprotes kudeta terhadap presiden Mursi yang sah, mereka juga memprotes penangkapan terhadap beberapa tokoh Ikhwanul Muslimin.