REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Konflik berdarah yang telah menewaskan 30 orang dan melukai ratusan lainnya itu mengundang keprihatinan dunia. Jutaan massa pendukung Presiden Mursi dari fraksi Ikhwanul Muslimin menggelar protes besar-besaran. Selain memprotes kudeta terhadap presiden Mursi yang sah, mereka juga memprotes penangkapan terhadap beberapa tokoh Ikhwanul Muslimin.
Sebagaimana dilaporkan oleh BBC, Sabtu (6/7) pagi, wakil pemimpin Ikhwanul Muslimin, Khairat el-Shater ditangkap paksa oleh Militer di kediamannya di Kairo. Penangkapan tersebut dilakukan karena yang bersangkutan dituding telah memprovokasi massa untuk melakukan kekerasan.
Di tengah perseteruan antara massa pendukung Mursi dengan massa anti-Mursi terus berlangsung, pengamat politik Internasional menyayangkan tindakan militer yang juga 'ikut-ikutan' terlibat dalam bentrokan tersebut. Alih-alih menjadi penengah dan pelindung masyarakat, justru militer dikabarkan terbukti terlibat aksi baku tembak dengan pendukung Mursi.
Namun keterlibatan militer dalam konflik dibantah dengan menampilkan melalui media televisi dan elektronik. Pihak militer juga memanfaatkan media sosial Facebook untuk menyangkal keterlibatan beberapa komandan lapangan Militer dalam bentrokan massa.
"Banyak rumor yang bermunculan sebagai upaya menyebarkan citra militer. Rumor kebohongan itu adalah salah satu metode perang informasi sistematik yang dilancarkan militer Mesir dengan tujuan memperoleh simpati,"kata salah seorang pengamat politik Mesir yang tak disebutkan namanya itu, seperti dilansir BBC (6/7).
Keterlibatan Militer dalam konflik dengan demonstran tersebut bukan tidak beralasan. Sebagaimana korban yang jatuh di Kota Mediterania dan Alexandria, 12 orang tewas dan sedikitnya 200 orang terluka. Mereka yang terluka sebahagian besar karena luka tembak. Demikian juga dua korban tewas di Kairo setelah ditembus peluru tajam pihak Militer.