REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Situasi yang mencekam terus mewarnai hari-hari Mesir setelah kudeta Militer terhadap Presiden Muhammad Mursi Kamis (3/7) lalu. Sekalipun pendukung Mursi dari fraksi Ikhwanul Muslimin menjanjikan demonstrasi akan berlangsung damai, namun bentrokan tetap tidak bisa dihindari. Hingga korban tewas tercatat mencapai 30 orang dan lebih seribu lainnya terluka.
"Massa kami akan terus melanjutkan protes dengan tertib dan beradab. Kami akan terus menggalang aksi damai sampai kudeta militer ini dicabut dan presiden yang sah dikembalikan," kata orasi yang dipimpin tokoh Ikhwanul Muslimin Sabtu (6/7) pagi waktu setempat.
Sumpah setia mereka terhadap Mursi mengantarkan mereka kepada kekerasan saat bertemu massa anti-Mursi yang tengah merayakan pemakzulan Mursi. Ratusan ribu massa pendukung Mursi agaknya susah untuk mengontrol mereka untuk tidak terlibat aksi kekerasan.
Emosi massa pro-Mursi tambah terbakar ketika pemimpin mereka, wakil pemimpin Ikhwanul Muslimin Mesir, Khairat El-Shater ditangkap pihak Militer. Penangkapan Shater pada Sabtu (6/7) pagi itu dengan dalih tokoh yang pernah menjadi calon presiden itu telah memprovokasi massa. Ia dituduh menghasut fraksi Ikhwanul Muslimin untuk memprotes kudeta terhadap Mursi.
Sementara itu, kelompok Ansar al-Syariah yang juga mendukung Mursi kini mengatakan akan mengumpulkan senjata. Ia akan memulai pelatihan untuk anggotanya untuk melakukan perlawanan. Pernyataan tersebut diposting di sebuah forum online yang diberi nama 'pejuang wilayah Sinai', Jumat (5/7) seperti dilaporkan Al Jazeera (6/7).
Tak hanya itu, kelompok Islam yang cukup ekstrim ini juga telah mengumumkan pembentukan dan perekrutan anggotanya di Mesir. Dalam visi gerakannya, ia menyerukan akan mengusir semua Militer dan mendeklarasikan perang atas nama iman untuk memperjuangkan Mursi. Mereka mengancam untuk menggunakan kekerasan agar hukum Islam bisa tegak di bumi Kinanah Mesir.