REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Amerika Serikat hingga saat ini tidak menyebut penggulingan oleh militer terhadap presiden yang terpilih pertama di Mesir sebagai kudeta, tapi memerlukan waktu untuk mengkaji apa yang telah terjadi di sana, kata Gedung Putih, Senin (8/7).
Sebagai jawaban atas pertanyaan mengenai apakah peristiwa di Mesir mesti disebut sebagai kudeta, Juru Bicara Jay Carney mengatakan, "Ini adalah masalah 'yang sulit dan rumit' dengan konsekuensi besar."
"Presiden (Barack) Obama menjelaskan keprihatinan mendalam kami mengenai keputusan yang diambil oleh Angkatan Bersenjata Mesir untuk melengserkan Presiden (Muhammad) Mursi dari jabatan dan membekukan undang-undang dasar," kata Carnei dalam taklimat rutin.
"Penting untuk mengakui puluhan juta warga Mesir memiliki keluhan sah dengan bentuk pemerintahan yang tidak demokratis oleh Presiden Moursi dan mereka tak percaya ini adalah kudeta," ia menambahkan sebagaimana dilaporkan Xinhua. "Tentu saja, mereka menuntut pemerintah baru."
Angkatan Bersenjata Mesir mengkudeta Mursi pada Rabu (3/7) dengan alasan Mursi telah gagal menenangkan bentrokan antara penentang dan pendukungnya padahal peristiwa tersebut telah merongrong negerinya selama berhari-hari. Mursi menolak penggulingannya dan menyebutnya sebagai "kudeta total militer".
Obama dan pejabat senior pemerintahnya belum secara terus terang menyebut pelengseran Mursi sebagai kudeta, tapi Presiden AS itu telah memerintahkan dikajinya bantuan AS buat Mesir.
"Sejujurnya, ada konsekuensi penting yang mengikuti tekad ini, dan ini adalah masalah yang sangat berat buat jutaan orang Mesir yang telah berbeda pendapat mengenai apa yang terjadi," kata Carney.