Selasa 09 Jul 2013 21:00 WIB

Turki Kecam Sikap Eropa Yang Tak Berani Sebut 'Kudeta Mesir'

 Seorang pria pendukung Presiden Mursi terluka dan dibawa ke rumah sakit darurat setelah ditembaki tentara di Kairo, Mesir, Senin (8/7). (AP/Ahmed Gomaa)
Seorang pria pendukung Presiden Mursi terluka dan dibawa ke rumah sakit darurat setelah ditembaki tentara di Kairo, Mesir, Senin (8/7). (AP/Ahmed Gomaa)

REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Menteri Turki Urusan Uni Eropa, Egemen Bagis, mengecam Uni Eropa karena pendiriannya mengenai 'kudeta militer' di Mesir. Turki mencari dukungan masyarakat internasional guna menentang militer Mesir yang menggulingkan Muhammad Mursi yang merupakan presiden pertama Mesir yang dipilih secara demokratis.

Bagis dan Menteri Luar Negeri Turki, Ahmet Davutogulu, mengadakan pembicaraan terpisah dengan sejumlah politikus asing termasuk Menteri Lithuania Urusan Uni Eropa, Linas Linkevicius; Menteri Luar Negeri Swedia, Carl Bildt; dan Ketua Parlemen Eropa, Martin Schulz.

Keduanya juga melakukan pembicaraan dengan Komisaris Uni Eropa bagi Perluasan, Stefan Fule; Menteri Pertahanan Yunani, Dimitris Avramopoulos; dan menteri dari Qatar, Prancis, Norwegia, Swedia, Marokko, serta Brasil.

Dalam pertemuan tersebut, mayoritas masyarakat internasional termasuk Uni Eropa menyerukan kembalinya secara cepat demokrasi di Mesir setelah penggulingan Mursi. ''Namun, mereka menolak untuk menyebut peristiwa di negeri itu sebagai kudeta militer,'' kata Bagis.

Turki tidak hanya mengecam sikap Eropa yang tidak berani menyebut aksi penggulingan Mursi sebagai sebuah kudeta militer Mesir.

''Kementerian Luar Negeri Turki mengutuk pembunuhan lebih dari 50 orang Mesir selama shalat subuh pada Senin pagi di Ibu Kota Mesir, Kairo,'' demikian laporan Xinhua yang dipantau Antara di Jakarta pada Selasa.

"Serangan itu dimaksudkan bukan hanya untuk melanggar kebebasan menyampaikan pendapat dan kebebasan berdemonstrasi secara damai,'' katanya. ''Tapi, serangan itu juga menjadi provokasi yang mengakibatkan kekerasan."

sumber : Antara/Xinhua-OANA
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement