REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Biro Nasional Statistik Cina melansir indeks harga konsumen atau inflasi pada Juni 2013 berada di angka 2,7 persen. Realisasi ini lebih tinggi dibandingkan hasil survei Bloomberg News sebesar 2,5 persen. Tingkat inflasi di putaran pertama tahunan ini merupakan yang terendah sejak krisis keuangan 2009. Kondisi menjadi lebih sulit mengingat penyumbang deflasi menunjukkan perlambatan.
Hal ini berpotensi membuat Pemerintah Cina gagal mencapai target pertumbuhan untuk pertama kalinya sejak 1998. Perdana Menteri Cina Li Keqiang pun telah mengindikasikan keengganannya memberikan stimulus jangka pendek. Li menyebut pemerintah lebih memilih fokus untuk memacu ekspansi jangka panjang dengan restrukturisasi ekonomi dan membatas peran negara.
Ekonom Cina untuk Societe Generale SA di Hongkong Yao Wei mengatakan secara keseluruhan, tekanan inflasi masih cukup diredam. "Tapi kami memperkirakan pertumbuhan akan terus merosot dalam jangka menengah dan upaya pemerintah untuk merestrukturisasi perekonomian akan memakan waktu," ujar Yao seperti dilansir Bloomberg, Selasa (9/7).
Perkiraan untuk inflasi konsumen Juni berdasarkan survei Bloomberg News berasal dari 40 analis berkisar dari dua menjadi tiga persen. Pemerintah pada Maret lalu menargetkan untuk menjaga kenaikan harga menjadi sekitar 3,5 persen. Ahli statistik senior Yu Qiumei mengatakan harga-harga konsumen pada Juni relatif stabil dibandingkan bulan sebelumnya. Harga makanan naik 4,9 persen dari tahun sebelumnya pada Juni, menurut Biro Nasional Statistik, setelah mengalami kenaikan 3,2 persen di Mei.
Ekspansi ekonomi Cina kemungkinan melambat pada kuartal kedua ini. Penyebabnya, pertumbuhan ekspor melemah dan permintaan domestik melambat. Produk domestik bruto alias pertumbuhan ekonomi diperkirakan berada di posisi 7,5 persen. Posisi ini lebih rendah dibandingkan pertumbuhan di kuartal I 7,7 persen dan 7,9 persen di kuartal lV 2012.