Jumat 12 Jul 2013 08:27 WIB

Biksu Myanmar Larang Perkawinan dengan Muslim

Red:
Myanmar
Myanmar

RANGGON -- Seorang biksu Myanmar yang dijuluki 'The Face of Buddhist Terrorism' oleh majalah berita Time, mengusulkan undang-undang yang melarang perkawinan antara penganut Budha dan Muslim.

Biksu radikal U Wirathu selama ini memimpin ratusan biksu untuk melancarkan protes. Bulan lalu, ia bersama sekitar 200 biksu lainnya di Yangon membahas bagaimana mengakhiri kekerasan agama yang dimulai di negara bagian Rakhine tahun lalu antara umat Budha dan Muslim Rohingya.

Di situlah U Wirathu, yang dituduh menghasut ketegangan, mengumumkan usulnya yang kontroversial.

Para pemimpin senior pada pertemuan itu menjauhkan diri dari usul tersebut, tapi U Wirathu dan para pengikutnya bertekad untuk mengajukannya ke Parlemen. "Berdasarkan undang-undang ini, perempuan Myanmar dapat menikah dengan orang dari agama yang berbeda, tapi calon suami mereka harus menjadi Budha," katanya.

Sekitar 1,500 biksu dari seluruh Myanmar mendukung usul tersebut, dan kaum wanita mengumpulkan tandatatangan mendukung undang-undang yang diusulkan U Wirathu. Sementara itu, sikap U Wirathu terhadap perkawinan beda agama telah dicela oleh pemimpin oposisi Aung San Suu Kyi dan kelompok-kelompok lainnya.

Zin Mar Aung dari kelompok wanita Rainfall berpendapat, undang-undang itu sexist. "Undang-undang itu hanya berfokus pada wanita, jadi berarti konsep undang-undang itu didasarkan pada seksisme dan nasionalisme," katanya.

Dukungan semakin besar

U Wirathu memimpin gerakan Budhist 969 yang dengan cepat mendapat momentum di seluruh Myanmar. Diduga, apa yang kedengarannya seperti suatu organisasi damai telah berubah menjadi suatu sentimen nasionalis dan agama yang digunakan untuk membangkitkan kebencian terhadap minoritas, khususnya komunitas Muslim di negara itu.

Anggota-anggota 969 berseru kepada umat Budha Myanmar agar bersatu membela agama mereka dan melakukan bisnis hanya dengan umat Budha lainnya. Mereka ingin menyisihkan komunitas Muslim yang mempunyai tradisi sebagai pedagang di Myanmar. Umat Budha mencakup sekitar 90 persen populasi Myanmar, sedangkan Muslim hanya sekitar lima persen.

U Wirathu memiliki sejarah menghasut ketegangan antaragama di Myanmar.

Di tahun 2003, ia divonis 25 tahun penjara oleh junta berkuasa karena menghasut kebencian agama, tapi dibebaskan tahun lalu dalam amnesti massal. U Wirathu dan para pengikutnya menyalahkan umat Muslim Myanmar atas kekerasan baru-baru ini.

Sejak bentrokan tahun lalu di Rakhine yang menyebabkan hampir 200 orang tewas, kekerasan telah menyebar ke daerah-daerah lain di negara itu, termasuk kota Lashio di timur laut dan Meiktila di Myanmar tengah. Ketegangan antaragama di Myanmar telah menodai transisi negara itu menuju demokrasi.

Pada kunjungan ke Myanmar minggu ini, Menteri Luar Negeri Australia Bob Carr bertemu dengan Presiden Thein Sein dan Aung San Suu Kyi. Isu kekerasan antaragama menjadi topik utama dalam agenda pembicaraan mereka.

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan ABC News (Australian Broadcasting Corporation). Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab ABC News (Australian Broadcasting Corporation).
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement