REPUBLIKA.CO.ID,KAIRO - Rencana Wakil Menteri Luar Negeri Amerika Serikat William Burns bertemu pemimpin agama dan sipil Mesir gagal terwujud. Partai Nur dan Tamarod menolak bertemu dengan Burns yang melakukan kunjungan dua hari ke Kairo pada Ahad (14/7) hingga Senin (15/7).
Partai Nur yang berhaluan Salafi merupakan kelompok Islam terbesar kedua di Mesir. Kelompok ini termasuk yang mendukung kudeta militer terhadap Muhammad Mursi pada 3 Juli. Sedangkan, Tamarod atau pemberontak merupakan kelompok yang memobilisasi unjuk rasa agar Mursi mundur dari kursi presiden pada 30 Juni.
Burns tiba di Kairo pada Ahad malam. Kunjungan ke Mesir ini tidak pernah diumumkan sebelumnya. Itu merupakan kunjungan perwakilan AS pertama sejak militer melakukan kudeta terhadap Mursi. Burns mengatakan, dia berencana bertemu pemimpin-pemimpin agama dan sipil, partai politik, dan pebisnis pada kunjungan dua hari di Kairo. Namun, Egypt Independent pada Selasa (16/7) melansir, dua kelompok ultrakonservatif itu menolak undangan bertemu dengan Burns. Ikhawanul Muslimin juga menyatakan tidak ingin bertemu utusan AS itu.
Amr al-Makki, asisten Ketua Partai Nur untuk bidang hubungan luar negeri, mengatakan, pihaknya menolak undangan itu karena urusan dalam negeri lebih penting. “Sebenarnya, kami tidak membutuhkan saran negara lain untuk menyelesaikan persoalan kami. Kami menolak adanya intervensi asing,” ujarnya.
Pendiri Tamarod, Mahmoud Badr, mengonfirmasi penolakan undangan dari Kedutaan Amerika Serikat untuk bertemu Burns melalui media sosial Twitter. Juru Bicara Tamarod Hassan Shaheen membenarkan penolakan itu.
Seperti halnya kelompok Salafi, Tamarod juga tidak menginginkan persoalan Mesir dicampuri asing. “Kami menolak intervensi Amerika Serikat ataupun negara lain. Prinsip kebebasan nasional tidak bisa dikompromikan,” kata Shaheen.
Abdel Khalid Abu Zeinia (50 tahun), pendukung Mursi yang sudah melakukan unjuk rasa selama 11 hari, juga menolak intervensi AS. Pria yang berprofesi sebagai akuntan ini menyatakan, AS memiliki kepentingan yang berbeda dengan warga Mesir. “Mereka hanya peduli dengan kepentingan mereka sendiri dan Israel,” ujar dia.
Pascapembantaian terhadap lebih dari 50 pendukung Ikhwanul Muslimin pada Senin (8/7), ada perubahan konstelasi politik di Mesir. Sebelumnya, kelompok Salafi mendukung penggulingan Mursi. Kini, pendukung Salafi justru berharap Mursi dikembalikan ke kursi presiden.
Seorang pendukung Salafi bahkan ikut serta dalam demonstrasi yang dilakukan Ikhawanul Muslimin. Seperti halnya presiden pertama Mesir yang terpilih secara demokratis, pendukung Salafi ini bernama Mursi (51). “Dia (Mursi) harus dikembalikan. Itu sudah kehendak Tuhan,” kataNYA, seperti dilansir Der Spiegel.
Mursi mengatakan, dia merasa kecewa ketika tokoh Ikhwanul Muslimin itu memerintah selama 368 hari. Namun, dia mengkhawatirkan kondisi yang terjadi saat ini akan membuat kelompok agama kehilangan kekuasaan.
Dukungan terhadap Mursi juga datang dari luar negeri, yaitu negara tetangga Turki. Pemerintah Turki mendesak otoritas militer di Ibu Kota Kairo untuk membebaskan Mursi. Presiden Turki Abdullah Gul meminta Duta Besar Mesir di Istanbul, Abdurrahman Salahuddin, untuk menghadap dan menjelaskan keberadaan Mursi.
Today Zaman melaporkan bahwa pertemuan itu mencapai kesepakatan untuk tidak menutup kerja sama diplomatik antara kedua negara. Tetapi, pertemuan tersebut adalah campur tangan diplomatik terkeras dari Turki atas situasi di Mesir.
Dalam pertemuan itu, Gul menolak setiap keterlibatan militer dalam transformasi kekuasaan. “Yang saya takutkan Mesir kembali terjebak dalam kebuntuan politik dan cengkeraman militer,” kata dia