REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Amerika Serikat (AS), Selasa (16/7) waktu setempat mengecam kekerasan di Mesir yang menyebabkan tujuh orang tewas setelah pasukan keamanan bentrok dengan pendukung presiden yang digulingkan Muhammad Mursi.
Juru bicara Departemen Luar Negeri Patrick Ventrell berhati-hati mencatat bahwa Washington tidak memihak dalam kekacauan itu, setelah tentara Mesir menggulingkan pemimpin Islam terpilih pada 3 Juli di tengah protes massa.
"Kami ... sangat mengutuk kekerasan semalam di Kairo," kata Ventrell kepada wartawan. "Sederhananya, kekerasan membuat transisi jauh lebih sulit."
Bentrokan di jalan-jalan Kairo dan di dekat Giza, yang menyebabkan lebih dari 260 terluka, terjadi hanya beberapa jam setelah Wakil Menteri Luar Negeri AS Bill Burns mengunjungi negara itu dan meminta untuk mengakhiri kekerasan.
"Kami tidak berpihak" dan Washington ingin melihat Mesir "dapat berproses kembali ke jalur demokratis," ujar Ventrell.
Juru bicara itu mengatakan pesan Burns telah disampaikan di Kairo bahwa Washington "ingin Mesir memiliki masa depan demokratis yang inklusif dan toleran."
"Dia berbicara tentang keinginan kami tentang perlunya tindakan non-kekerasan, jalan inklusif ke depan," katanya.
Meskipun Burns tidak melakukan pertemuan tatap muka dengan Mursi dari Ikhwanui Muslimin itu, diplomat AS tersbeut juga tidak berbicara melalui telepon dengan salah satu kelompok perwakilan mereka , kata Ventrell.
"Kami ingin meringankan polarisasi yang bisa meracuni masyarakat - kami ingin bergeser dari polarisasi," katanya.
Mesir telah diguncang oleh serangkaian serangan mematikan sejak kudeta, dan kematian terbaru menjadikan lebih dari 100 orang tewas.