CANBERRA -- Ratusan orang berunjuk rasa di Brisbane dan Adelaide memprotes kebijakan baru pemerintah federal yang akan mengirim pencari suaka ke Papua Nugini.
Kebijakan baru yang diumumkan PM Kevin Rudd Jum’at kemarin, menyebutkan orang yang datang di Christmas Island akan diproses di Papua Nugini dan dimukimkan disana, jika dianggap sebagai pengungsi.
Para pengujuk rasa yang berkumpul di gedung parlemen di Adelaide sebelum akhirnya berkonvoi ke pertokoan Rundle. Mereka mengecam kebijakan baru Rudd dan berjanji akan terus melancarkan protes selama dibutuhkan untuk membatalkan kebijakan ini.
Seperti disampaikan Paul Coats dari Kelompok aksi Pengungsi Adelaide. "Kami berunjuk rasa memprotes kebijakan pemerintah federal yang menjijikan yang dibuat Kevin Rudd dan kami tidak akan berdiam diri dan membiarkan Partai Buruh meloloskan kebijakan tidak manusiawi ini,” tegasnya.
Sementara itu, organisasi kuasa hukum para pengungsi Refugee Action Collective tidak mengindahkan saran polisi Queensland agar tidak menggelar unjuk rasa di jalan tanpa ijin berbarengan dengan aksi protes di Brisbane yang melibatkan lebih dari 200 orang pengunjuk rasa.
Unjuk rasa ini sempat mengganggu lalu lintas.
Sementara itu Senator dari Partai Hijau, Sarah Hanson-Young mengatakan orang-orang dari berbagai sisi politik mengecam kebijakan baru pemerintah federal tersebut. "Banyak komunitas Australia, pendukung Partai Buruh sekalipun, maupun pendukung Partai Liberal yang sangat kecewa dengan kebijakan yang sangat merendahkan kita sebagai bangsa,” jelasnya.
"Masyarakat menginginkan Australia mendukung sopan santun, mendukung Hak asasi, dan mendukung keadilan.”
Oposisi federal mengatakan perjanjian terkait pencari suaka pemerintah dengan Papua Nugini tidak berkekuatan hukum dan tidak menjamin manusia, khususnya yang bukan pengungsi untuk tidak dikembalikan ke Australia.
Juru bicara imigrasi Koalisi, Scott Morrison mengatakan dokumen yang ditandatangani dua negara tidak sah. "Dokumen perjanjian yang tidak memiliki kekuatan hukum pasti bukan kesepakatan yang memiliki kekuatan hukum juga,” katanya.
Pemimpin oposisi Tony Abbotts mengatakan dokumen perjanjian yang ditandatangani sangat rapuh."Itu perjanjian yang direkatkan dengan lem kertas dan solasi," kecam Tony Abbotts.
Meski demikian Partai Buruh berargumen kebijakan itu sangat kokoh dan tidak memungkinkan satu orang pencari suaka yang tiba dengan perahu akan tinggal dan hidup di Australia.
Jaksa Agung Mark Dreyfus kepada Channel 10 mengingatkan soal kapasitas daya tamping Papua Nugini yang belum didirikan. "Jumlah pencari suaka yang bisa dikirim ke sana sangat terbatas’” katanya.
Menlu Bob Carr kepada Sky News mengatakan pemerintah berharap oposisi bisa mendukung pengesahan kebijakan ini untuk menghadapi pengadilan. "Seandainya Partai Buruh memenangkan pemilu dan mungkin akan butuh respon untuk mengesahkan kebijakan ini di pengadilan tinggi maka kami membutuhkan dukungan parlemen untuk pengesahan itu,” jelasnya.
Pemerintah Australia menegaskan perahu yang membawa pencari suaka yang mendarat di Christmas Island mulai Jumat kemarin akan menjadi perahu terakhir yang diproses di Christmas Island.