SINGAPURA -- Partai-partai politik di Kamboja bersaing memperebutkan suara kaum muda dalam pemilu mendatang. Lebih dari sepertiga pemilih terdaftar berusia antara 18 dan 30 dan sangat aktif di media sosial.
Pemilu mendatang ini dijuluki Cambodian Spring, ditandai dengan sejumlah besar aktivis muda turun ke jalan dan sangat aktif di media sosial menuntut perubahan.
Partai Penyelamatan Nasional Kamboja (CNRP) yang beroposisi misalnya, berusaha merangkul pemilih muda. "Kami berusaha merangkul kaum muda yang kecewa terhadap pemerintah," kata seorang caleg CNRP, Mu Sochua. "Pemerintah begitu korup sehingga dana pendidikan, lapangan kerja, pelatihan kejuruan untuk kaum muda menghilang, jatuh ke tangan keluarga golongan kaya," katanya.
Jika bersatu dengan partai-partai oposisi lainnya, CNRP mempunyai kesempatan memenangkan pemilu dan menggulingkan pemerintah Hun Sen yang telah berkuasa selama 28 tahun.
CNRP berkampanye dengan janji memberantas korupsi dan memperbaiki upah dan kesempatan kerja.
Partai Rakyat Kamboja (CPP) yang memerintah masih dipandang favorit untuk menang dalam pemilu karena popularitasnya di antara golongan miskin dan komunitas pedesaan.
LSM pemantau pemilu Komisi Pemilu yang Bebas dan Adil (COMFREL) Kamboja menyatakan, meskipun tingkat keaktifan pemuda sangat tinggi, itu bukan jaminan kampanye berjalan bebas dan adil.
COMFREL menuduh media tradisional mendukung CPP dan Komisi Pemilu Nasional tidak transparan.
Sebuah NGO lainnya, Lembaga Demokratik Nasional, mengatakan, 10 persen nama dalam daftar pemilih adalah palsu.
Sejumlah anggota Kongres AS sebelumnya mengancam akan menarik bantuan ke Kamboja seandainya pemilu dianggap tidak demokratis.
Pemerintah Kamboja sangat marah menanggapi ancaman itu.
COMFREL mempunyai 10 ribu pengamat pemilu, 70 persen di antaranya kaum muda. Tapi dengan 19 ribu TPS di seluruh Kamboja, organisasi tersebut mengakui, pihaknya tidak bisa memastikan pemilu akan berjalan adil.