REPUBLIKA.CO.ID, CONAKRY -- Hampir 100 orang tewas dalam bentrokan etnik yang terjadi belum lama ini di wilayah N'Zerekore di Guinea Selatan. Demikian keterangan terkini resmi mengenai korban jiwa yang disiarkan di Conakry pada Rabu (24/7).
Pemerintah Guinea sebelumnya menyatakan 80 orang tewas dan 200 orang lagi cedera di N'Zerekore. Sekitar 1.000 kilometer dari Ibu Kota Guinea, Conakry.
Satu penyelidikan oleh lembaga kehakiman yang dilakukan setelah permintaan oleh jaksa penuntut umum di N'Zerekore akan membantu memberi penjelasan mengenai bentrokan tersebut dan mengidentifikasi pelaku aksi kejahatan sehingga mereka dapat dituntut.
Pemimpin komunikasi di Kementerian Kehakiman, Mohamed Beavigui, mengatakan peristiwa yang tak menguntungkan di N'Zerekore tersebut telah mengejutkan rakyat di seluruh negeri itu.
Ia menyatakan beberapa orang telah ditangkap setelah penyelidikan awal oleh polisi di N'Zerekore. Sebagian orang lagi ditanyai oleh polisi karena mereka memiliki senjata selundupan.
"Lembaga kehakiman di negeri itu tak menyia-nyiakan waktu untuk memastikan keadilan ditegakkan sehubungan dengan tragedi di N'Zerekore," kata Beavogui sebagaimana dilaporkan Xinhua yang dipantau Antara.
Ia mendesak warga di daerah tersebut agar tetap tenang dan membiarkan petugas kehakiman melaksanakan pekerjaan mereka.
Organisasi non-pemerintah di N'Zerekore mengatakan bentrokan antar-suku membuat sedikitnya 80 orang tewas dan lebih dari 200 orang lagi cedera. Fasilitas umum seperti tempat ibadah juga rusak.
''Bentrokan terjadi setelah seorang pemuda Koniake berusaha mencuri bahan bakar dari satu stasiun pompa bensin antara Ahad malam (21/7) dan Senin pagi,'' kata Wali Kota N'Zerekore, Mamady Bamy.
Penjaga stasiun pompa bensin yang berasal dari kelompok suku Guerze itu menembak tersangka pencuri itu. Pencuri tewas di lokasi.
Berita menyebar di N'Zerekore dan kelompok suku Koniake mengerahkan anggotanya untuk melakukan balas dendam atas pembunuhan tersebut.
Kerusuhan dan korban jiwa yang bertambah membuat pemerintah memberlakukan larangan orang keluar rumah di kota itu dan desa yang berdekatan guna mencegah pertumpahan darah lebih jauh.