REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Israel mencekal Uni Eropa agar tidak dapat membantu puluhan ribu warga Palestina di Tepi Barat. Langkah itu dilakukan sebagai balasan larangan Uni Eropa yang membekukan membantu keuangan sejumlah organisasi Israel di wilayah-wilayah Tepi Barat.
Uni Eropa menerapkan sanksi tersebut pekan lalu karena Israel terus melakukan ekspansi permukiman Yahudi. Pedoman baru yang dibuat Uni Eropa membuat entitas Israel yang beroperasi di sana tidak memenuhi syarat menerima hibah Uni Eropa dan hadiah atau pinjaman yang mulai berlaku awal tahun depan.
Seorang pejabat Israel mengatakan, negara Yahudi itu dipaksa menanggapi keputusan Uni Eropa dengan dua pilihan, yaitu menjatuhkan sanksi atau memboikot pemukiman.
"Dari sudut pandang kami, kami tidak bisa mengabaikan ini," kata pejabat itu, Jumat (26/7).
Pemimpin pemukim mengatakan bantuan yang mereka terima dari Eropa tidak banyak. Banyak kalangan di Israel khawatir akan efek yang ditimbulkan Uni Eropa terhadap individu atau perusahaan Israel yang terlibat dalam bisnis di pemukiman yang dianggap ilegal oleh masyarakat internasional.
Pejabat Israel yang meminta untuk merahasiakan namanya mengatakan Menteri Pertahanan Moshe Yaalon telah memutuskan untuk menangguhkan kontak dengan Uni Eropa di Tepi Barat.
Yaalon, seorang mantan panglima militer telah membekukan sejumlah proyek, membatalkan pertemuan dan membatasi koordinasi dan izin untuk operasi Uni Eropa di area C. Lokasi tersebut adalah julukan untuk kawasan di Tepi Barat yang diduduki oleh Israel.
Di Brussels, Maja Kocijancic, juru bicara kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa Catherine Ashton, menyatakan Uni Eropa prihatin dengan laporan di media Israel yang mengatakan Menteri Pertahanan Israel telah mengumumkan sejumlah pembatasan sehingga mempengaruhi kegiatan Uni Eropa mendukung rakyat Palestina.
"Kami belum menerima komunikasi resmi dari pemerintah Israel. Delegasi kami di sana sedang mencari klarifikasi," tambah Kocijancic.