REPUBLIKA.CO.ID, WELLINGTON -- Para peretas menonaktifkan sejumlah laman partai yang berkuasa di Selandia Baru pada Selasa (30/7). Hal itu dilakukan untuk memprotes hukum yang direncanakan guna memperluas kekuasaan pengawasan agen mata-mata negara tersebut.
Namun aksi untuk menonaktifkan laman partai berkuasa itu dikritik oleh pengusaha internet Kim Dotcom sebagai suatu aksi yang bersifat kontra-produktif. Pemerintah, menurut laporan Reuters, telah mengusulkan rancangan Undang Undang kontroversial yang akan memungkinkan Biro Keamanan Komunikasi Umum (GCSB) terlibat dalam operasi domestik.
Saat ini, badan itu memata-matai target asing melalui unggahan elektronik tetapi dilarang untuk memata-matai warga atau penduduk Selandia Baru. Rancangan Undang-Undang itu dipicu oleh bocornya informasi yang menyebutkan biro itu secara ilegal memata-matai Kim Dotcom.
Dotcom adalah pendiri perusahaan penyimpanan dalam jaringan Megaupload. Dotcom berjuang melawan upaya pemerintah Amerika Serikat untuk mengekstradisi dia atas tuduhan pembajakan internet, pelanggaran hak cipta, dan pencucian uang.
Sumber di Selandia Baru mengaku telah menonaktifkan 14 laman yang dioperasikan oleh Partai Nasional tengah kanan, termasuk milik Perdana Menteri John Key dan Menteri Keuangan Bill English. Dalam sebuah video di YouTube, kelompok itu menyebut RUU itu sebagai bentuk 'tercela, RUU itu memungkinkan GCSB untuk memberikan dukungan teknis kepada polisi dan Badan Keamanan Intelijen terkait operasi terorisme dan kejahatan terorganisir.
Hukum itu telah sangat ditentang oleh para pengacara, kelompok masyarakat sipil, dan internet, serta memicu aksi protes jalanan. Dotcom, seorang kritikus vokal dari perubahan hukum itu, muncul menentang aksi para peretas itu. "Dear Anonymous NZ, meretas laman Partai Nasional hanya memberikan John Key alasan baru untuk mengesahkan #RUU GCSB ... Tolong berhenti sekarang.," katanya di akun jejaring sosial Twitter.