Kamis 01 Aug 2013 13:31 WIB

PM Vanuatu Desak Australia Minta Maaf Atas Pekerja Paksa

Red:
PM Vanuatu, Moana Carcassus Kalosil
PM Vanuatu, Moana Carcassus Kalosil

VANUATU -- Perdana Menteri Vanuatu Moana Carcassus Kalosil mendesak Australia meminta maaf atas perlakuan terhadap para pekerja paksa asal Vanuatu yang dikenal dengan istilah 'blackbirding'.

Dalam peringatan 150 tahun kejadian itu, PM Kalosil mengatakan permintaan maaf Australia itu sebagai pengakuan atas lembaran sejarah yang memalukan. Peringatan ini berkaitan dengan pemberangkatan kapal pertama para pekerja paksa dari Vanuatu menuju Queensland, satu setengah abad silam.

Ratusan warga Australia keturunan Kepulauan Laut Selatan berada di Port Vila untuk memperingati peristawa itu. Menteri Pertanahan Vanuatu Ralph Reganvanu mengatakan, ada perasaan kuat di kalangan warganya agar pemerintah Australia mestinya minta maaf. "Ini penting bagi komunitas Pulau Laut Selatan di Australia, dalam hal pengakuan atas sejarah mereka," katanya.

"Kenyataan bahwa sewaktu undang-undang deportasi diluluskan di tahun 1906, itu satu-satunya kejadian dalam sejarah Australia dimana parlemen meluluskan undang-undang khusus untuk mengusir segenap warga suatu kelompok etnik dari negara itu," tambah Reganvanu.

Menurut dia, permintaan maaf hendaknya juga disampaikan kepada negara-negara lain asal tenaga kerja paksa itu.

Di masa perdagangan tenaga rodi antara tahun 1863 sampai 1904, warga kepulauan Pasifik dipaksa bekerja di perkebunan tebu di Australia. Praktek ini dikenal dengan istilah 'blackbirding'. Sebagian mereka diculik dan banyak yang tidak bisa kembali ke negeri asalnya.

Diperkirakan kini ada lebih dari 30 ribu keturunan para pekerja paksa itu tinggal di Australia.

Ratusan orang hadir dalam parade untuk menghormati warga Laut Selatan Australia di Vanuatu.

Reganvanu mengatakan, kisah para pekerja rodi itu merupakan bagian penting dari sejarah negaranya. "Ribuan warga Ni-Vanuatu pergi ke Australia saat itu. Sebagian kembali pulang," katanya.

Katanya, sejumlah peninggalan sejarah yang didirikan oleh orang-orang mantan pekerja rodi itu terus dipelihara hingga sekarang.

Semakin banyaknya keturunan kepulauan Laut Selatan yang kembali ke Vanuatu menciptakan suatu dinamika baru dalam hubungan antara Port Vila dan Canberra. Menurut Reganvanu, ia berharap ini akan mengarah pada hubungan lebih erat dengan Australia.

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan ABC News (Australian Broadcasting Corporation). Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab ABC News (Australian Broadcasting Corporation).
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement