REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Politisi Amerika Serikat mengajukan rancangan undang-undang yang memperketat sanksi terhadap Iran. Hal itu dilakukan hanya beberapa hari sebelum presiden terpilih Iran, Hassan Rouhani dilantik.
Rancangan undang-undang yang disahkan pada Rabu (31/7) waktu setempat akan memotong ekspor minyak Iran satu juta barel per hari selama setahun. Sanksi pertama RUU tersebut akan memberi angka pasti berapa ekspor minyak Iran yang akan dipotong.
Ekspor minyak mentah Iran dilaporkan jatuh ke 800 ribu barel per hari pada Juni dari 1,25 juta barel pada Mei. Sebelumnya AS dan Uni Eropa mensaksi Iran dengan mengurangi ekspor minyak lebih dari setengah. AS bekerja dengan konsumen minyak utama Iran, termasuk Cina, Jepang, dan Korea Selatan untuk mendorong mereka mencari pemasok alternatif.
Rancangan aturan itu masih harus disahkan di senat dan ditandatangani Presiden Barack Obama sebelum menjadi undang-undang. Pembahasan di senat akan dilakukan bulan depan, namun pemotongan ekspor belum pasti apakah akan bertahan.
Anggota kongres Ed Royce yang mengajukan RUU, mengatakan AS tidak memiliki prioritas kepentingan nasional selain mencegah senjata nuklir Iran. "Presiden baru atau tidak, saya yakin pemimpin Iran akan meneruskan jalan ini," ujarnya dikutip Al-Jazeera.
Jajak pendapat memperlihatkan tumbuhnya ketidaksepakatan antara Gedung Putih dengan Kongres dalam kebijakan terhadap Iran. Pejabat senior mengatakan Gedung Putih tidak menentang sanksi baru tetapi ingin memberi Rouhani kesempatan.