REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Rakyat Suriah, yang lari dari negaranya, yang dikoyak perang, terancam direkrut menjadi tentara anak-anak, mengalami kekerasan seksual, dan dimanfaatkan sebagai pekerja, kata Badan Pengungsi PBB (UNHCR) pada Selasa.
Badan itu juga mengatakan bahwa ketiadaan hukum di penampungan membuat pengungsi memilih pulang ke negaranya.
Dalam laporan tentang upaya bantuan bagi lebih dari 1,8 juta pengungsi perang Suriah, yang sebagian besar menuju negara tetangganya, seperti, Yordania, Libanon dan Irak, UNHCR menyoroti ancaman, yang dihadapi oleh pengungsi.
"Ada orang jahat di dunia ini, yang mengeksploitasi anak-anak dalam situasi rentan," kata juru bicara
UNHCR Melissa Fleming kepada wartawan.
Yordania, Libanon dan Irak menerima ratusan ribu pengungsi, mayoritas tinggal bergabung dengan masyarakat lokal bukan di kamp pengungsi, yang mengancam sumber daya negara ke titik minimal.!
UNHCR mengemukakan keprihatinan terhadap besarnya jumlah pengungsi anak yang tidak memperoleh pendidikan, dan membuat situasi mereka rentan untuk direkrut oleh kelompok-kelompok bersenjata yang bertujuan untuk membawa mereka kembali bertempur di Suriah.
Perekrutan tersebut juga menjadi ancaman bagi orang dewasa, katanya, sementara semua pengungsi, termasuk anak-anak, terancam dijadikan pekerja.
Laporan itu mengatakan kekerasan domestik dan seksual mengancam para pengungsi perempuan dan anak-anak.
"Di beberapa lokasi, para pengungsi juga harus menghadapi tekanan dari unsur-unsur politik dan kriminal di komunitas pengasingan," tambahnya.
UNHCR juga menunjukkan masalah spesifik di kamp-kamp pengungsi - terutama kamp Zaatari yang luas di Jordania yang menampung 130 ribu pengungsi, sehingga setara dengan satu dari kota terbesar di Jordania.
"Baik jaringan kejahatan terorganisir atau kelompok-kelompok oposisi
Suriah beroperasi di kamp, dan menggunakannya untuk mencapai tujuan keuangan dan politik mereka," kata UNHCR.
UNHCR menyebut Zaatari "tanpa hukum dalam banyak hal".
"Akibatnya, sumber daya kamp terus dicuri atau dirusak," katanya, menambahkan bahwa banyak permintaan UNHCR ke Jordania agar keamanan ditingkatkan tidak menghasilkan apapun.
"Mengingat kondisi fisik yang keras dapat ditemukan di Zaatari, ditambah dengan tingginya tingkat kriminalitas di kamp, tidak mengherankan jika mendengar pengungsi mengemukakan keinginan mereka untuk 'melarikan diri'," kata UNHCR.
"Semakin banyak yang melakukannya dengan kembali ke Suriah, beberapa dari mereka mengambil keuntungan dari perubahan situasi keamanan di sana dan yang lain kembali untuk menjaga properti mereka atau mengunjungi anggota keluarganya. Keputusan untuk kembali tersebut harus terus diamati dengan seksama untuk memastikan bahwa keputusan itu dibuat dengan sadar dan tanpa tekanan," katanya.
UNHCR juga menyoroti penyalahgunaan sistem "penebusan" Jordania - yang memberikan pengungsi izin resmi untuk tinggal di luar kamp jika disponsori oleh warga Jordania. Menurut UNHCR sejumlah besar pengungsi dikenai biaya hingga 500 dolar.
sumber : Antara