REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Mufti Nasional Mesir, Syeikh Shauqi Abdel Karim Allam pada Rabu (7/8) waktu setempat menetapkan Idul Fitri 1434 Hijriah jatuh pada Kamis (8/8).
Namun, Idul Fitri di Mesir dihantui ancaman pembubaran paksa unjuk rasa dan aksi duduk pendukung presiden terguling Muhammad Mursi di Bundaran Rabiah Adawiyah, Kairo timur, dan Bundaran Al Nahdhah, Giza Kairo barat.
Istana Presiden mengeluarkan satu taklimat bahwa tahap diplomasi untuk berurusan dengan Bundaran Rabiah dan Bundaran Nahdhah telah berakhir.
"Upaya diplomasi yang berlangsung selama 10 hari dalam masalah kedua bundaran itu untuk mengakhiri krisis, telah berakhir Rabu (7/8) karena Ikhwanul Muslimin mengabaikannya," begitu isi pernyataan tersebut.
Istana menyatakan negara telah memberi kesempatan luas lewat upaya diplomasi menyangkut situasi sebenarnya dengan mengizinkan para utusan negara asing dari Amerika Serikat, Uni Eropa, Uni Emirat Arab dan Qatar untuk membicarakannya dengan Ikhwanul Muslimin.
"Kenyataannya unjuk rasa di Bundaran Rabiah dan Bundaran Al Nahdhah tidak lagi berlangsung secara damai. Oleh karena itu Ikhwanul Muslimin harus bertanggung jawab atas kegagalan diplomasi tersebut," bunyi pernyataan tersebut.
Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Mohamed Ibrahim yang membawahi kepolisian menegaskan akan mengambil langkah tegas untuk membubarkan aksi duduk di Bundaran Rabiah dan Al Nahdhah.
Helikopter militer dalam dua hari terakhir melemparkan selebaran kertas berisi seruan agar para pengunjuk rasa meninggalkan aksi duduk dan kembali ke rumah masing-masing.
Namun, Ikhwanul Muslimin bertekad akan terus menduduki kedua bundaran tersebut hingga tuntutan mereka dipenuhi, yaitu pengembalian keabsahan Presiden Mursi.
Para pegiat hak asasi manusia (HAM) memperingatkan akan terjadi tragedi kemanusiaan bila aksi duduk itu dibubarkan secara paksa.
Pasalnya, banyak wanita dan anak-anak juga ikut aksi duduk di antara ribuan peserta unjuk rasa.
Suasana di Bundaran Rabiah sendiri pada malam takbiran itu tampak semarak dan diwarnai tembakan bunga api bersahut-sahutan.
Tampak pula semakin bertambah tenda-tenda berukuran besar untuk naungan aksi duduk.
"Kami terus berada di sisni hingga Presiden Moursi kembali ke istana," kata Abdel Hakim, seorang pengunjuk rasa bersama istri dan tiga anaknya di Bundaran Rabiah.
Selain di Kairo, unjuk rasa pendukung Mursi juga dilancarkan di berbagai ibu kota provinsi seperti di Iskandariyah, Asiut, Mansoura, Kota Terusan Suez dan Marsa Matrouh.