Jumat 09 Aug 2013 11:02 WIB

Israel Takkan Teken Kesepakatan yang Tak Bisa Diterapkan Soal Tanah

Bendera Israel. Ilustrasi
Foto: Antara
Bendera Israel. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Israel takkan menandatangani dengan Uni Eropa (UE) kesepakatan apa pun yang tak bisa diterapkan mengenai tanah yang didudukinya dalam Perang 1967 dengan Palestina.

Tindakan itu membangkang terhadap panduan baru blok Eropa tersebut yang melarang pendanaan setiap kesatuan di bidang semacam itu, kata seorang pejabat Israel kepada Xinhua pada Kamis.

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pada Selasa (6/8) mengadakan pertemuan dengan menteri seniornya mengenai panduan UE tersebut, saat wakil Israel dan UE membahas proyek kerja sama ilmiah yang dapat meliputi penanaman modal bernilai 600.000 euro (803.160 dolar AS) d peerusahaan teknologi canggih Israel.

Namun, masa depan penanaman modal tersebut sekarang terkatung-katung akibat panduan itu, yang diumumkan UE pada Juli.

Menurut pejabat tersebut, yang tak ingin disebutkan jatidirinya, "pendirian resmi Israel ialah tindakan ini hanya merusak upaya yang berlanngsung untuk mewujudkan perdamaian dengan Palestina".

Selain itu, Netanyahu, dalam pembicaraan telepon yang direncanakan pekan depan, akan memimpin para pejabat UE untuk menjelaskan sifat sesungguhnya panduan tersebut dan percabangannya, dalam pembicaraan yang direncanakan, demikian laporan Xinhua --yang dipantau Antara di Jakarta, Jumat pagi.

Tiga pekan lalu, Komisi Eropa menyiarkan panduan baru. Menurut panduan itu, setiap kesepakatan antara pemerintah atau perusahaan UE dan Israel mesti menyatakan semua itu takkan diterapkan di tanah yang diduduki Israel di Tepi Barat Sungai Jordan atau Jerusalem Timur.

Keputusan tersebut, pada kenyataannya, meniadakan kedaultan Israel dalam bidang itu, yang oleh pemerintah Israel dan banyak orang Yahudi dipandang sebagai bagian dari Israel.

Sebagai reaksi atas tindakan tersebut, Pemerintah Israel mengumumkan akan menghentikan kerja sama dengan wakil UE di Tepi Barat dan Jalur Gaza dan akan membatasi gerak mereka di daerah itu.

Sementara itu Departemen Luar Negeri AS pada Kamis menyatakan Israel dan Palestina akan melanjutkan babak keuda pembicaraan perdamaian di Jerusalem pada 14 Agustus lalu babak ketiga di Jericho (Ariha), Tepi Barat.

"Perundingan antara Israel dan Palestina akan dilanjutkan pada 14 Agustus di Jerusalem, dan akan diikuti oleh pertemuan di Jericho," kata wanita Juru Bicara Jen Psaki kepada wartawan dalam taklimat harian.

Ia mengatakan utusan perdamaian AS Martin Indyk dan wakilnya Frank Lowenstein dijadwalkan mengunjungi wilayah itu guna "membantu memfasilitasi" perundingan, dan Menteri Luar Negeri AS John Kerry takkan mengeluarkan pengumuman apa pun setelah pembicaraan tersebut.

Palestina dan Israel sepakan untuk bergerak maju guna membahas semua masalah status akhir --Jerusalem, keamanan, permukiman Yahudi, perbatasan dan pengungsi-- setelah pemimpin perunding mereka bertemu pada penghujun Juli di Washington, dalam pembicaraan awal dua-hari.

Kerry mengatakan setelah pembicaraan awal itu Amerika Serikat dan semua pihak berusaha "mencapai kesepakatan mengenai status akhir dalam waktu sembilan bulan" melalui perundingan langsung.

Pembicaraan langsung terakhir antara Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan Presiden Palestina Mahmoud Abbas hanya berlangsung tiga pekan sebelum berantakan pada September 2010 sehubungan dengan pecekcokan tentang pembangunan permukiman Yahudi di Tepi Barat.

sumber : Antara/Xinhua-OANA
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement