REPUBLIKA.CO.ID, QUETTA -- Ledakan bom yang menewaskan 30 warga dalam acara prosesi pemakaman polisi di Quetta, Baluchistan membuat pengamanan polisi kembali diragukan. Sebab, lokasi tersebut seharusnya aman karena merupakan salah satu kota yang paling dijaga ketat militer Pakistan.
Hal ini sekali lagi membuat kemampuan layanan keamanan kepolisian Pakistan dipertanyakan. Serangan Quetta disiarkan langsung di televisi seiring dengan kekacauan yang terjadi saat itu, Kamis (8/8) waktu setempat. Para pelayat dan wartawan berlarian menjauh dari masjid.
Polisi-polisi dan pelayat tampak histeris menangis berlarian di antara darah dan bagian tubuh. Mereka mencari-cari rekannya, atau hanya duduk shock ditengah kekacauan tersebut.
Penjinak bom yang datang ke lokasi mengatakan pembom bunuh diri itu mengenakan jaket yang dikemas dengan bantalan bola dan pecahan peluru. Pembom itu telah mencoba untuk memasuki masjid di mana perwira senior berbaris untuk mendoakan rekan mereka yang ditembak mati pada Kamis lalu.
Beberapa saksi mengatakan polisi di luar masjid telah menghentikannya, namun akhirnya ia meledakkan diri di sana. Belum jelas bagaimana pembom itu melewati beberapa lapis keamanan sebelum memasuki area duka, yang diklaim dijaga dengan keamanan ketat.
Sebanyak 30 warga dikabarkan meninggal dan 62 lainnya terluka. Sebanyak 21 korban yang meninggal adalah polisi. Sementara yang lainnya belum teridentifikasi. Wakil Inspektur Jenderal Operasi Quetta Fayyaz Sumbal adalah salah satu di antara korban yang tewas.
Juru Bicara Taliban, Shahidullah Shahid mengatakan mereka lah yang bertanggung jawab. "Kami membunuh polisi dan kemudian kami targetkan pemakamannya untuk membunuh petugas lainnya," kata dia seperti dilansir dari Reuters.