REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO- Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Kairo siaga memantau warga negara Indonesia (WNI) di Mesir setelah serangan pembubaran paksa pendukung presiden Mesir terguling Muhammad Mursi pada Rabu (14/8) membuat situasi negara itu memburuk.
"KBRI siaga penuh selama 24 jam untuk terus memantau keamanan WNI," kata Kepala Pelaksana Fungsi Penerangan, Sosial Budaya KBRI Kairo, Dahlia Kusuma Dewi.
Dahlia mengatakan, WNI yang berada di wilayah rawan unjuk rasa, terutama di Bundaran Rabiah Adawiyah-- wilayah yang diduduki masa pendukung Moursi-- telah dievakuasi ke tempat aman.
"WNI yang dievakuasi dari Bundaran Rabiah itu umumnya adalah mahasiswa dan mahasiswi," katanya. Jumlah WNI di Mesir sekitar 6.000 orang, sebagian besar mahasiswa di Universitas Al Azhar dan tersebar di ibu kota Mesir, Kairo, serta cabang Al Azhar di sejumlah provinsi.
KBRI belum berencana mengevakuasi WNI ke Tanah Air. Hingga pukul 10.00 waktu Kairo atau 15.00 WIB, serangan untuk membubarkan masa pendukung Moursi sudah menewaskan 126 orang.
"Di dalam ruangan ada 126 orang mayat, kebanyakan akibat tembakan senjata tajam," kata seorang petugas medis
Sebanyak 38 mayat berlumur darah dibaringkan di tanah di luar Masjid Rabiah Adawiyah dan dokter sibuk merawat ratusan korban cedera. Ambulans dan kendaraan beroda dua terus mengangkut korban ke Masjid Rabiah. Kepulan kabut gas air mata menyelimuti Bundaran Rabiah.
Tidak ada perlawanan dari pengunjuk rasa, dan banyak wanita dan anak-anak hanya pasrah berlindung di dalam masjid dan tenda-tenda sambil meneriakkan takbir, Allahu Akbar.
Sesekali terdengar tembakan semacam meriam menggelegar. Panser dan tank tempur terus melaju mempersempit Bundaran Rabiah. Ribuan pengunjuk rasa masih bertahan di Bundaran Rabiah, tak bisa lari ke mana-mana.
Beberapa helikopter tentara berputar-putar di atas udara bundaran memantau situasi. Tembakan terus dilancarkan oleh aparat keamanan dari berbagai arah dari jalan Yusuf Abbas, Thairan dan Nasser.