BANGKOK -- Menteri luar negeri negara ASEAN sepakat menyatukan pandangan saat bertemu dengan mitranya, China dalam upaya untuk menyelesaikan sengketa atas Laut Cina Selatan. Pertemuan pada akhir Agustus diharapkan dapat mengatasi masalah kode etik di Laut Cina Selatan.
Klaim Cina untuk sebagian besar wilayah maritim itu telah meningkatkan ketegangan bukan hanya dengan Cina, tetapi juga di antara anggota ASEAN sendiri. Menteri Luar Negeri Indonesia, Marty Natalegawa kepada program Radio Australia's Asia Pacific mengatatakan setelah dua hari pertemuan informal di Thailand, mereka setuju untuk berbicara dalam satu suara. "Hal ini bukan dimaksudkan dalam sekejap, hal ini dimaksudkan sebagai aksi seperangkat aturan dan norma konkret yang bisa dilaksanakan, aturan dan perilaku untuk Laut Cina Selatan," ujar Marty.
Ini adalah kemajuan besar sejak rilis deklarasi akhir KTT ASEAN 2012 ditangguhkan saat Kamboja, menolak untuk mendukung Filipina mendorong garis tegas dengan Beijing dalam masalah ini.
Cina telah menolak untuk meningkatkan deklarasi prilaku pada 2002 mengikat secara hukum karena ingin bernegosiasi secara individual dengan masing-masing negara.
Vietnam, Malaysia dan Brunei juga memiliki klaim atas kepulauan Spratly yang disengketakan.
Tahun lalu kapal pemerintah Cina merebut Daratan Scarborough Shoal, berjarak hanya 230 kilometer sebelah timur pulau utama Luzon Filipina.
Filipina mengecam keras langkah tersebut dan mendatangi arbitrase internasional setelah gagal mendapatkan dukungan regional dari ASEAN.
Selagi ketegangan dengan Cina meningkat, Filipina dan Vietnam mengalihkan persoalan dengan meninjau hubungan keamanan dengan Amerika Serikat.
Sejarah panjang konflik
Filipina saat ini berdiskusi dengan Washington untuk mencapai kesepakatan yang akan memperbesar kekuatan militer AS di negara itu.
Marty Natalegewa tidak percaya pembicaran Filiphina-AS akan menjadi masalah saat menteri luar negeri ASEAN bernegosiasi dengan Cina. "Kita harus cerdas dalam mengembangkan hubungan, hubungan persahabatan, dengan negara-negara di luar ASEAN," katanya.
Rudolfo Severino, dari ASEAN Studies Centre di Institut Studi Asia Timur mengatakan meskipun terjadi ketegangan, kepentingan bersama ASEAN akan membawa anggotanya sejalan. "Setiap negara bebas untuk mengembangkan kebijakan luar negeri dan berurusan dengan Cina adalah salah satunya untuk negara di Asia Tenggara setidaknya," ujar Severino.