Sabtu 24 Aug 2013 09:16 WIB

Kisah Haru Terbunuhnya Putri Pimpinan Ikhwanul Muslimin Mesir

Rep: Hannan Putra/ Red: Heri Ruslan
Asmaa Mohamed El Beltaji
Foto: http://iranian.com
Asmaa Mohamed El Beltaji

REPUBLIKA.CO.ID, Salah seorang pimpinan Ikhwanul Muslimin Mesir, Mohamed El Beltaji tak menyangka putri satu-satunya akan secepat itu pergi meninggalkannya. Remaja putri yang manis dari lembah Sungai Nil, Asmaa Mohamed El Beltaji kini telah tiada.

Dalam usianya yang masih 17 tahun, ia telah menjemput gelar sebagai syahidah dalam tragedi berdarah di Rabea Al Adawiyah (14/8) lalu.

El Beltaji mengisahkan, dulu ia terlalu sibuk dengan aktivitasnya sebagai pimpinan dan tokoh Ikhwanul Muslimin. Hingga putri satu-satunya itu sering mengeluhkan bahwa ia jarang sekali mendapat waktu untuk bersama ayahnya.

"Terakhir kami duduk bersama di Rabaa Al Adawiyah, dia berkata padaku, 'Bahkan ketika Ayah bersama kami, Ayah tetap sibuk.' Saat itu kukatakan, 'Tampaknya kehidupan ini tidak akan cukup untuk kita menikmati setiap kebersamaan, jadi aku berdoa kepada Tuhan agar kita menikmatinya kelak di surga'." Kisah El Beltaji dalam tulisannya yang di posting di sebuah blog.

Dua hari sebelum putrinya terbunuh, El Beltaji sempat bermimpi tentang putrinya. Dalam mimpi itu, ia melihat putrinya memakai gaun pengantin berwarna putih. "kau terlihat begitu cantik," ujarnya.

Dalam mimpi itu El Beltaji sempat berbincang-bincang dengan putrinya. Putrinya dengan manja berbaring duduk disampingnya. "Aku bertanya, 'Apakah ini malam pernikahanmu?' kau menjawab, 'Waktunya adalah di sore hari Ayah, bukan malam'." kisahnya.

Ternyata tafsir dari mimpi itu mengatakan padanya, sore itu putrinya tewas di Rabea Al Adawiyah. "aku mengerti apa yang kau maksud dan aku tahu Allah telah menerima jiwamu sebagai martir. Kau memperkuat keyakinanku bahwa kita berada di atas kebenaran dan musuh kita berada pada kebathilan." katanya.

El Beltaji begitu terpukul kehilangan putri satu-satunya itu. Bahkan, ia sama sekali tidak bisa menyaksikan putrinya untuk terakhir kalinya."Aku tidak melihatmu untuk terakhir kalinya, tidak mencium keningmu, dan memilki kehormatan untuk memimpin shalat jenazahmu."

Kehilangan putri satu-satunya tidak membuat El Beltaji putus asa. Bahkan, semangatnya untuk berjuang menyelesaikan revolusi Mesir saat ini makin membara di dadanya. Ia mengatakan, ia tak peduli lagi dengan nyawanya. ia tak takut dengan militer dan penjara. Putrinya telah berkorban nyawa untuk revolusi negara Nabi Musa itu, sekarang apakah ia akan lari dan meninggalkan perjuangannya?

"aku tidak mengucapkan selamat tinggal, tapi aku mengucapkan sampai jumpa. Kita akan segera bertemu dengan Nabi kita tercinta dan sahabat-sahabatnya di surga. Keinginan kita untuk menikmati kebersamaan kita akan menjadi kenyataan," tutup tulisan tersebut. cr-01/ Hannan Putra

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement