Kamis 29 Aug 2013 07:28 WIB

Akademisi: Abbot Jangan Ajari Penduduk Indonesia Jadi Mata Mata

Red:
Tony Abbott
Tony Abbott

CANBERRA -- Pernyataan pemimpin oposisi Australia, Tony Abbot yang ingin membayar warga Indonesia untuk memberikan informasi tentang pencari suaka, dikritik akademisi Indonesia sebagai upaya mengajari penduduk menjadi mata mata.

Akademisi Universitas Indonesia yang juga pengamat hubungan luar negeri dan hukum internasional, Hikmahanto Juwono kepada Radio Australia berpendapat rencana kebijakan pemimpin oposisi itu hanya akan membuat Indonesia tidak akan kondusif.

Juwono juga berharap Pemerintah Indonesia menolak bantuan semacam itu karena akan menimbulkan adu domba antar warga.

“Demi uang, tidak akan memberikan kenyamanan bagi orang asing,” jelas Juwono.

“Dan demi uang, masyarakat akan menyampaikan setiap orang asing ke imigrasi atau polisi, menyampaikan bahwa dia ini pencari suaka,” lanjutnya.

Menurutnya Juwono, rencana pemimpin oposisi Tony Abbot yang kini sedang bersaing dengan rivalnya Kevin Rudd untuk kampanye pemilu memperebutkan kursi Perdana Menteri Australia itu hanya mengajari rakyat menjadi mata mata.

“Seolah olah mereka berperan menjadi petugas,” tegasnya.

Juwono juga menyebut rencana kebijakan yang disampaikan Abbot  juga tidak baik dalam hubungan antar negara dan kebijakan seperti itu harus dibicarakan dengan pemerintah Indonesia.

“Karena ini masalah antara negara, tapi seolah bahan kampanye yang disampaikan Abbot, ingin menyampaikan kepada rakyatnya bahwa dengan uang yang 420 juta itu bisa menyelesaikan masalah,” nilai Juwono.

Alokasi ratusan juta dollar

Tony Abbot di Darwin pekan lalu (23/8), menyatakan kubu koalisi (oposisi) yang dipimpinnya akan menganggarkan AUS $420 juta untuk mendukung kebijakannya termasuk membayar penduduk Indonesia yang memberikan informasi tentang pencari suaka dan membeli kapal yang akan disewa para pencari suaka.

Dana itu termasuk AUS $20 juta untuk membayar kegiatan “pengawas desa.”

Juru bicara oposisi untuk isu imigrasi Scott Morrison menyampaikan program tersebut mencakup 100 desa di Indonesia yang berada di pesisir pantai.

Rencana alokasi anggaran ratusan juta dollar Australia itu termasuk kerjasama dan transfer keahlian untuk melakukan penyelamatan kapal kapal pencari suaka yang terancam bahaya saat menuju Australia.

Menanggapi rencana ini, Menteri Imigrasi, Tony Burke mengatakan kebijakan oposisi sebagai proposal yang gegabah karena disampaikan seolah-olah itu telah pasti akan diterapkan.

Burke juga menyebut rencana  membeli perahu sebagai kebijakan gila.

Sementara Hikmahanto Juwono, akademisi Universitas Indonesia ini memuji pertemuan selasa lalu (20/8), yang di hadiri oleh 13 negara dan menghasilkan Deklarasi Jakarta.

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan ABC News (Australian Broadcasting Corporation). Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab ABC News (Australian Broadcasting Corporation).
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement