REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR -- Perdebatan penggunaan kata 'Allah' di Malaysia mencapai titik klimaks. Pengadilan Tinggi Malaysia memenangkan banding yang diajukan pemerintah.
"Ini masih menjadi isu besar, dan kontroversi ini telah diselesaikan," kata Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tinggi, Datuk Seri Abu Samah Nordin dalam amar putusannya, seperti dikutip The Malay Mail, Senin (26/9).
Kontroversi penggunaan kata Allah dikalangan minoritas telah menjadi masalah serius di negeri Jiran. Tahun 2009 silam, Pengadilan Tinggi telah memutuskan memberikan hak kepada kalangan minoritas, dalam hal ini komunitas Kristen untuk menggunakan kata 'Allah' ketika menyebut Tuhan.
Ini yang kemudian mengejutkan umat Islam. Namun, pemerintah kembali mengajukan banding dan hasilnya, kalangan minoritas Malaysia tak lagi berhak menggunakan kata 'Allah'. "Kata Allah itu hanya milik umat Islam. Ini adalah hak kami. Kami mendukung dan meminta umat Islam mengawal isu ini," kata Sekjen Perkasa Syed Hassan Syed Ali.
Terkait putusan itu, kalangan minoritas, utamanya kalangan Kristen kecewa dengan keputusan itu. "Saya menggunakan kata kecewa, kecewa pada putusan ketika kita membaca kitab suci yang tidak lagi diizinkan," kata Pastor Lawrence Andrew.
Ada indikasi kalangan minoritas akan terus mempermasalahkan ini. Mereka memiliki argumen kuat, dalam hal ini konstitusi Malaysia. "Kami akan memikirkan masalah konstitusionalitas, kewajaran dan rasionalitas. Ini bukan akhir dari segalanya. Kami akan perjuangkan kembali dilain waktu," katanya.
Sebelumnya, situasi sempat memanas jelang proses pengadilan terkait penggunaan kata 'Allah' oleh kalangan non-Muslim di Malaysia. Komentar Menteri Dalam negeri Datuk Seri Ahmad Zahid Hamidi menjadi pemicunya. "Kata Allah hanya diperuntukkan bagi pemeluk Islam dan non-Muslim harus berhenti menentang hal ini," katanya.