Selasa 27 Aug 2013 05:45 WIB

Diplomat Brasil Selundupkan Senator Penentang Morales

Evo Morales
Foto: AP
Evo Morales

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Seorang diplomat Brazil pada Senin mengakui bahwa dirinya telah menolong senator oposisi Bolivia untuk kabur ke Brazil setelah mendapat perlindungan suaka selama 15 bulan dari Kedutaan Brazil di La Paz.

Senator Roger Pinto, seteru politik Presiden Bolivia Evo Morales, berhasil keluar dari kantor kedutaan pada Jumat dengan menggunakan mobil kedutaan yang dikawal marinir Brazil, kemudian berhasil menyeberang ke Corumba setelah menempuh 1.600 kilometer perjalanan darat selama 22 jam.

"Saya memilih nyawa, saya memilih untuk melindungi seseorang, politisi yang teraniaya, seperti halnya Presiden Dilma Roussef yang sempat dianiaya," kata diplomat bernama Eduardo Saboia kepada televisi Globo di La Paz, terkait pemanggilannya ke Brasilia untuk konsultasi.

Saboia mengatakan tindakannya murni merupakan keputusan pribadi karena ada ancaman atas nyawa dan martabat senator Bolivia itu.Dia mengatakan Pinto menderita depresi dan sempat mengaku akan bunuh diri.

Sementara itu di La Paz, Menteri Luar Negeri Bolivia, David Choquehuanca menyampaikan "keprihatinan mendalam atas pelanggaran prinsip timbal balik dan kesopanan internasional" itu.

Pinto yang terbang dari Corumba ke Brasilia pada Minggu, tidak mendapat izin masuk resmi ke Brazil walaupun telah mendapat suaka politik sejak setahun lalu.

Kementerian Luar Negeri Brazil pada Minggu mengatakan pihaknya tengah menyelidiki bagaimana Pinto berhasil meninggalkan kedutaan itu dan akan menindak hal tersebut.

Menteri Dalam Negeri Bolivia, Carlos Romero, mengatakan praktis tidak ada yang bisa dilakukan pihaknya untuk menghentikan Pinto jika dia dibawa kabur keluar negeri dengan kendaraan diplomatik.

"Kendaraan diplomatik tidak dapat digeledah dan diperiksa, itu merupakan yurisdiksi kedaulatan negara yang bersangkutan atau dalam kasus ini adalah wewenang Brazil," kata Romero.

Saboia mengatakan senator yang membelot itu menghabiskan 452 harinya di sebuah kubikel dekat ruangan kantornya. "Tentunya hal itu melanggar hak asasi manusia karena tidak ada prospek pelarian atau negosiasi, sementara Pinto terus mengalami depresi yang semakin memburuk," kata diplomat itu.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement