REPUBLIKA.CO.ID, DAMASKUS -- Menteri Pertahanan (Menhan) Amerika Serikat (AS) Chuck Hagel mengatakan pasukan negaranya siap melancarkan serangan terhadap rezim Suriah. Menyusul tuduhan serangan-serangan Suriah yang diduga menggunakan senjata kimia.
Suriah bertekad akan mempertahankan diri terhadap setiap serangan dengan langkah-langkah "mengejutkan". Sementara itu, sekutu-sekutu erat Rusia dan Iran memperingatkan penggunaan kekuatan akan menimbulkan konsekuensi di kawasan itu.
Ketika berbicara di Brunei, Hagel mengatakan militer AS siap bertindak jika Presiden AS Barack Obama memberikan perintah. "Kami siap. Kami telah memindahkan aset-aset yang ada untuk memenuhi dan mematuhi pilihan apapun yang Presiden ingin ambil," kata dia, Selasa (27/8).
Surat kabar the Washington Post yang mengutip beberapa pejabat senior pemerintah AS melaporkan aksi seperti itu mungkin akan berlangsung tak lebih daripada dua hari. Serangan akan melibatkan peluru-peluru kendali atau pembom jarak jauh, menyerang sasaran militer tidak terkait langsung dengan gudang senjata kimia Suriah.
Di Paris, Presiden Prancis Francois Hollande mengatakan negerinya "siap menghukum" mereka yang berada di belakang tuduhan serangan-serangan kimia. Para pegiat oposisi Suriah mengklaim serangan-serangan itu membunuh ratusan orang di pinggiran-pinggiran Damaskus, ibu kota Prancis pekan lalu.
Rezim Presiden Suriah Bashar al-Assad membantah keras bertanggung jawab dan malah menuduh kaum pemberontak yang menggunakan senjata kimia. Hollande juga mengatakan Prancis akan meningkatkan dukungan militer bagi Koalisi Nasional Suriah yang beroposisi dan akan bertemu dengan ketuanya, Ahmad al-Jarba, pada Kamis.
Sementara itu, Inggris menyatakan pasukannya membuat rencana-rencana kontingensi untuk aksi di Suriah. Perdana Menteri (PM) Inggris David Cameron memanggil para anggota parlemen dari libur musim panas untuk memperdebatkan krisis itu. Namun, Wakil PM Nick Clegg mengatakan Inggris tidak bermaksud menggulingkan Bashar.
Di Turki, Menteri Luar Negeri (Menlu) Turki Ahmet Davutoglu mengatakan dugaan serangan senjata kimia merupakan "kejahatan terhadap kemanusiaan" yang tak dapat dimaafkan.